Banjir menggenangi pembibitan tanaman padi petani
TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta---Saat ini beberapa sentra pangan tengah dilanda banjir. Mengantisipasi dampak perubahan iklim yang bisa mengganggu pertanian tak bisa hanya satu pihak. Perlu bergandeng tangan antar pihak.
Air sebagai sumber kehidupan bagi makhluk hidup tak terkecuali tanaman memang sangat dibutuhkan. Ketersediaan air yang cukup menjadi salah satu syarat pertanaman untuk berproduksi optimal, selain kecukupan unsur hara. Namun, ketersediaan air yang tidak wajar akibat adanya iklim ekstrim dapat mengganggu proses pertumbahan tanaman dan target produksi.
Hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam budidaya tanaman di tengah perubahan iklim ekstrim. Dampak perubahan iklim (DPI) pada pertanian terlihat dengan kejadian banjir atau kekeringan yang menimpa komoditas padi. Kejadian banjir di pertanaman padi terjadi baik pada musim hujan maupun kemarau. Meskipun kejadian banjir pada musim kemarau tentunya tidak seluas saat musim hujan.
Luasan banjir pada Musim Hujan bisa akan lebih parah, terutama jika berlangsung fenomena La Nina akibat terjadi kenaikan intensitas curah hujan. Seperti yang terjadi tahun 2023 ini, hujan yang terus mengguyur di beberapa sentra padi menyisakan genangan air dan lahan pertanian terdampak.
Beberapa wilayah Pantura di Jawa Barat, seperti Bekasi, Karawang, Subang, Cirebon, dan Indramayu menjadi wilayah dengan dampak banjir terluas. Catatan Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikutlura Jawa Barat saat ini ada 10 kabupaten yang dilanda banjir yakni, Bogor, Ciamis, Cirebon, Majalengka, Sumedang, Indramayu, Subang, Karawang, Bakasi, Bandung dan Bandung Barat. Kabupaten dengan banjir terluas per 28 Februari yakni Bekasi seluas 8.044,7 ha, Karawang 4.002,1 ha dan Subang 2.350 ha.
“Per Akhir Februari 2023 kemarin kita mencatat ada kenaikan data yang terkena dan puso. Per Januari dan Februari 2023 ini ada kenaikan sekitar 20,90 persen atau setara dengan 3.372 ha. Ini data untuk seluruh indonesia,” kata Direktur Perlindungan Tanaman Pangan, M. Takdir Mulyadi.
Namun menurut Takdir, jika ditelisik dari Januari-Februari 2023 yang banyak berkontribusi adalah pada Januari dengan luas kenaikan sekitar 33.351 ha dibanding Januari 2022 seluas kenaikannya hanya sekitar 2,55 persen. Pada Februari juga ada kenaikan sekitar 25,9 persen.
“Terkait dengan data ini dan apabila kita menyimak ramalan BMKG memang sudah diprediksi dari tahun lalu. Saat itu kita sempat berkordinasi dengan BMKG berbagai acara, bahwa La Nina itu masih berlanjut di Januari-Februari,” tuturnya.
Sebagai upaya mengatasi fenomen iklim tersebut, Kementerian Pertanian melalui Direktorat Perlindungan Perlindungan Tanaman Pangan, kini terus memonitoring langsung kondisi lapangan untuk mengupayakan solusi yang tepat sesuai kebutuhan petani. “Kamu bersinergi dengan provinsi di daerah Jawa dan sekitarnya melakukan Gerakan Penanganan DPI (Gernang DPI) secara live dari desa di Jawa Barat,” ujar Takdir.
Takdir meminta agar Dinas Pertanian menjalin koordinasi dengan BBWS dan PUPR setempat, terutama untuk daerah yang rawan banjir mengingat saluran air primer dan sekunder yang bermasalah bukan kewenangan Kementerian Pertanian.
“Permasalahan banjir sepertinya tidak bisa diselesaikan satu pihak. Kementerian/Lembaga, di pusat dan daerah, sesuai tupoksinya masing-masing perlu bersinergi menyelesaikan masalah,” tegasnya.