Badan Standardisasi Instrumen Pertanian (BSIP), melalui Balai Besar Pengujian Standar Instrumen Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BBPSI Biogen), berkolaborasi dengan FAO dalam pelaksanaan program Global Environment Facility (GEF-7).
TABLOIDSINARTANI.COM, BOGOR – Badan Standardisasi Instrumen Pertanian (BSIP), melalui Balai Besar Pengujian Standar Instrumen Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BBPSI Biogen), berkolaborasi dengan FAO dalam pelaksanaan program Global Environment Facility (GEF-7).
Program ini, yang dikenal sebagai Konservasi Keanekaragaman Tanaman untuk Pemanfaatan Berkelanjutan di Indonesia (CDCSUI) atau Crop-Bio, bertujuan memperkuat konservasi dan pemanfaatan sumber daya genetik untuk produksi pertanian yang lebih berkelanjutan.
Dimulai dengan Inception Workshop di Bogor pada 6-7 Agustus 2024, acara ini menandai peluncuran resmi program Crop-Bio.
Workshop ini bertujuan untuk menyosialisasikan program kepada berbagai pemangku kepentingan serta membahas rencana kerja dan strategi pelaksanaan.
Program Crop-Bio akan dilaksanakan di tiga provinsi—Jawa Tengah, Kalimantan Tengah, dan Maluku Utara—dan mencakup delapan kabupaten.
Fokus utama program ini adalah pada lima komoditas penting: padi, ubi, talas, pala, dan cengkeh.
Kepala BSIP, Fadjry Djufry, menjelaskan bahwa Crop-Bio bertujuan untuk melindungi dan memanfaatkan keanekaragaman genetik tanaman, baik yang ditemukan di alam liar maupun yang ada di lahan pertanian (ras lokal).
"Dengan pendekatan ini, kami berharap dapat meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan lingkungan serta petani, melalui kebijakan pendukung dan praktik terbaik yang telah diterapkan oleh petani dan masyarakat adat di Indonesia,” ujarnya.
Dalam acara pembukaan, Kepala BBPSI Biogen, Arif Surahman, menggarisbawahi tiga isu utama yang ingin diatasi oleh program ini: dukungan kebijakan yang tidak terkoordinasi, kapasitas konservasi dan pemanfaatan sumber daya genetik tanaman yang terbatas, serta akses yang terbatas terhadap materi genetik tanaman dan informasi terkait.
“Kami berharap dengan mengatasi tantangan ini, program Crop-Bio dapat memastikan konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan dari tanaman target, memperkuat rantai pasokan komoditas, dan meningkatkan kesejahteraan petani serta masyarakat adat di wilayah proyek,” ungkapnya.
Rajendra Aryal, FAO Representatif di Indonesia dan Timor-Leste, menyatakan komitmennya untuk menciptakan kerangka kebijakan lintas sektor yang harmonis dan inklusif.
“Kami bertekad untuk mendukung mata pencaharian serta kesejahteraan petani, termasuk perempuan dan masyarakat adat, serta berkontribusi terhadap komitmen Indonesia terhadap Nagoya Protocol dan Target Kerangka Keanekaragaman Hayati Global Kunming-Montreal,” tambahnya.
Rajendra menekankan bahwa FAO mendukung inisiatif kolaboratif multisektor untuk mencapai dampak signifikan terhadap konservasi keanekaragaman hayati dan peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal.
“Dengan fokus pada produksi yang lebih baik, nutrisi yang lebih baik, lingkungan yang lebih baik, dan kehidupan yang lebih baik, kami berharap program Crop-Bio tidak hanya melestarikan lingkungan tetapi juga memberikan manfaat berkelanjutan bagi seluruh komunitas,” jelasnya.
Laksmi Dhewanti, GEF Operational Focal Point di Indonesia dan Direktur Jenderal Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, memberikan apresiasi terhadap kolaborasi BSIP dan FAO.
“Program ini diharapkan tidak hanya mendukung pencapaian tujuan GEF, tetapi juga agenda pembangunan nasional, terutama di bidang pertanian dan konservasi keanekaragaman hayati. Ini juga sejalan dengan pencapaian global biodiversity goals,” ungkapnya.
Program Crop-Bio mendukung pencapaian Strategi Keanekaragaman Hayati Indonesia dan Rencana Aksi (IBSAP) yang sedang disempurnakan, serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2025–2029).
Fokus utama adalah pada peningkatan daya saing komoditas pertanian dan sumber daya genetik dengan penekanan pada pengetahuan tradisional dan pembangunan kapasitas pemangku kepentingan di semua tingkatan.