Rabu, 11 Desember 2024


Ombusdman Sinyalir Ada Maladministrasi

15 Feb 2024, 10:57 WIBEditor : Yulianto

Inilah gambaran permasalah peternakan dalam negeri | Sumber Foto:NFA

Ombusdman RI mensinyalir terjadi maladministrasi dalam kebijakan stabilitas pasokan live bird (ayam hidup) dan terjadi banyak masalah dalam supply-demand daging ayam. Demikian diungkapkan Anggota Ombusdman RI, Yeka Hendra Fatika.

Ombusdman RI mencatat setidaknya ada beberapa masalah yang terjadi dalam dunia perunggasan nasional. Pertama, pelaksanaan cutting yang tidak optimal karena penyelesaian sifatnya jangka pendek (instan) dan tidak menyelesaikan akar permasalahan atas over supply yang terjadi. Ditambah lagi hasil pemeriksaan Ombudsman kepada pemerintah, Kementerian Pertanian tidak mengatur pembagian wilayah kerja pada rantai pasok livebird.

Kedua, upaya meminimalisir suplly ayam melalui cutting secara merata tanpa adanya indikator yang jelas dalam pembagian dan pelaksanaannya. Kondisi ini membuat keseluruhan perusahaan akan terdampak kebijakan cutting.  Namun setelah pelaksanaan kebijakan cutting masih terdapat surplus daging ayam.  “Melalui data yang ada, Ombudsman mengusulkan dilakukan cross kuota untuk pemenuhan kekurangan pada wilayah yang kebutuhannya lebih tinggi dari produksinya,” katanya.

Yeka menilai, perlindungan peternak itu adalah hak peternak. Saat ini potensi kerugian materil dan immateril yang dialami peternak mandiri yaitu rendahnya harga jual ayam hidup di kandang, tingginya biaya sarana produksi peternak, terhambatnya pembayaran utang-piutang peternak mandiri kepada perusahaan pembibit dan perusahaan pakan, terhambatnya proses pembayaran kepada peternak mandiri dalam program perlindungan stunting.

Melihat persoalan tersebut, kata Yeka, Ombudsman melakukan tindakan korektif dengan Investigasi Atas Prakarsa Sendiri (IAPS) mengenai dugaan maladministrasi kebijakan stabilitas pasokan live bird (ayam hidup). Ada beberapa usulan Ombusdman. Pertama. memperkuat landasan hukum dalam pengurangan pasokan live bird akibat ketidakseimbangan suplai and demand.

Kedua, memperkuat sistem pendataan untuk mendukung penyusunan perencanaan produksi live bird melalui pelaksanaan audit, penyusunan data dasar produksi live bird di tingkat provinsi, dan memiliki perhitungan data konsumsi daging ayam di tingkat provinsi hingga ke tingkat kabupaten/kota.

Ketiga, mengembangkan sistem informasi terintegrasi terkait data jumlah produksi live bird yang tersaji secara real time. Keempat, meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan peternak melalui program pendampingan. Kelima, penguatan lembaga dan peranan Tim Analisa Suplai dan Demand Live Bird yang lebih independen dalam proses pengambilan keputusan pengurangan pasokan live bird.

Keenam, program pengurangan pasokan live bird hanya pada provinsi yang mengalami kelebihan pasokan live bird dan pelaku usaha breeding farm yang melakukan importasi Grand Parent Stock (GPS). “Kami juga mengusulkan agar pemeritah menyusun sistem pengawasan pelaksanaan pengurangan pasokan live bird yang transparan dan akuntable dengan menggunakan teknologi informasi yang handal,” katanya.

Reporter : Echa
Edisi Terakhir Sinar Tani
Copyright @ Tabloid Sinar Tani 2018