Penebusan pupuk bersubsidi masih bisa dilakukan manual jika belum memiliki kartu tani
TABLOIDSINARTANI. COM, Jakarta --- Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Rahmad Pribadi mengungkapkan kekhawatirannya mengenai tata kelola pupuk subsidi yang terlalu rumit dan penuh regulasi.
Rahmad Pribadi mengusulkan perbaikan dalam tata kelola pemberian pupuk subsidi, menilai bahwa sistem saat ini terlalu rumit dan dikelola oleh terlalu banyak pihak.
"Pupuk ini terlalu banyak diatur dan mengurusnya melibatkan banyak pihak. Padahal, petani kecil hanya mendapatkan sedikit dari alokasi ini, sementara ada sampai 6 atau 7 kementerian yang terlibat, termasuk Kementerian LHK," kata Rahmad.
Ia juga mencontohkan bagaimana arahan Presiden Joko Widodo untuk menaikkan alokasi pupuk subsidi menjadi 9,55 juta ton terhambat oleh masalah regulasi dan koordinasi.
Rahmad menjelaskan, meskipun keputusan sudah dibuat, realisasinya memerlukan Surat Keputusan tambahan di tingkat daerah, yang sering kali memperlambat proses distribusi.
Dirinya menjelaskan, pada bulan April Peraturan Menteri Pertanian diterbitkan untuk merefleksikan alokasi 9,55 juta ton pupuk subsidi, yang kemudian dikirimkan kepada seluruh gubernur untuk diterbitkan Surat Keputusan (SK).
Proses ini baru selesai pada bulan Juni, tetapi masalah muncul ketika ternyata Kementerian Pertanian tidak berkoordinasi dengan PT Pupuk Indonesia mengenai jumlah tersebut, dan anggarannya belum tersedia.
"Sekarang, diperkirakan sekitar 150 kabupaten akan kehabisan alokasi pupuk pada bulan Juli,” tukasnya.
Namun, masalah tersebut sudah ditindaklanjuti dalam rapat pengendalian inflasi di Kementerian Dalam Negeri oleh Menteri Pertanian.
Selain itu, Rahmad mengungkapkan bahwa banyaknya regulasi dalam penyaluran pupuk subsidi juga menimbulkan biaya regulasi yang tinggi.
Proses penagihan pupuk subsidi yang rumit menyebabkan biaya bunga yang cukup besar.
“Ini bukan masalah kurangnya penagihan. Proses reguler dari penyaluran hingga terbitnya surat pencairan dana memakan waktu sekitar 5 bulan. Dari sisi bunga, biayanya mencapai triliunan per tahun. Jika proses ini bisa disederhanakan, akan ada penghematan signifikan bagi negara,” jelas Rahmad.
Lebih lanjut, Rahmad juga mengkritisi aturan kewajiban untuk memiliki stok pupuk di setiap kabupaten, yang mengharuskan PT Pupuk Indonesia mengelola stok hingga 7 juta ton.
Pengelolaan stok ini membutuhkan anggaran sebesar Rp 9 triliun.
“Padahal, secara digital masalah ini bisa diatasi. Dalam forum ini, saya menekankan usulan kami,” ujar Rahmad.
Dalam paparan tersebut, dia menegaskan beberapa tujuan utama, termasuk penetapan sasaran pupuk subsidi, pemutakhiran data kebutuhan, penganggaran berbasis kebutuhan, serta jaminan pasokan gas untuk produksi pupuk, dan lainnya.