Penanaman padi bersama BSIP | Sumber Foto:BSIP Penerapan
TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta -- Menjaga ketahanan pangan Indonesia, Kementerian Pertanian (Kementan) bersama dengan Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia (Perhimpi) menjalin kolaborasi inovatif untuk menghadapi tantangan musim hujan 2023/2024.
Dalam era perubahan iklim global, suhu bumi naik hingga 1,5°C, memberikan tantangan serius bagi sektor pertanian. Indonesia menghadapi risiko kehilangan produksi yang signifikan dan ketidakpastian dalam awal musim, dengan awal musim kemarau lebih cepat dan musim hujan yang datang terlambat.
Kepala Badan Standardisasi Instrumen Pertanian, Fadjry Djufry, mengatakan bahwa kita perlu mendukung upaya adaptasi untuk mengatasi dampak perubahan iklim.
Untuk hal ini, perlu ada aturan dan standar yang jelas untuk mempercepat tanaman dan memperluas lahan tanam. Standar adaptasi ini mencakup hal-hal seperti penggunaan varietas padi yang bisa mengantisipasi perubahan iklim, penggunaan pupuk yang seimbang, teknologi hemat air, mengatur tinggi muka air di lahan rawa, meningkatkan kualitas pakan ternak, menggunakan alat seperti Kalender Tanam dan Sistem Informasi Standing Crop, serta penyediaan penyimpanan air seperti embung dan parit.
Badan Standardisasi Instrumen Pertanian (BSIP) bekerja sama dengan Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia (PERHIMPI) dan Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Perikanan Kabupaten Tasikmalaya untuk mengadakan Forum Diskusi dengan tema "Adaptasi Perubahan Iklim pada Musim Hujan 2023/2024 untuk Meningkatkan Luas Tanam."
Ini dilakukan sebagai tanggapan terhadap kondisi iklim ekstrem El Niño yang menyebabkan kekeringan di beberapa wilayah Indonesia. Kabupaten Tasikmalaya, dengan potensi pertanian yang besar, merupakan salah satu perwakilan dari Provinsi Jawa Barat dalam Gerakan Nasional (Gernas) penanganan El-Nino. Potensi lahan sawah di Tasikmalaya mencapai 51 ribu hektar, terdiri dari 35.000 hektar sawah irigasi dan 16.000 hektar sawah non-irigasi.
Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi, Prof. Dr. H. Maman Suryaman, menjelaskan pentingnya peran Perguruan Tinggi dalam penelitian yang mendukung antisipasi perubahan iklim. Beliau menekankan penggunaan bahan organik seperti pupuk kandang atau pupuk organik lainnya sebelum menanam, karena ini membantu tanah menyimpan air yang dibutuhkan oleh tanaman.
Selain itu, Prof. Dr. H. Maman Suryaman juga menyebutkan hasil penelitian tentang penggunaan ekstrak kulit buah-buahan seperti manggis dan buah naga yang dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air.
PERHIMPI, sebagai organisasi profesi dalam bidang iklim pertanian, memiliki tanggung jawab untuk memberikan panduan teknis.
Dr. Elza Surmaini, seorang pakar dari PERHIMPI, memberikan panduan tentang bagaimana menggunakan data dan informasi iklim untuk merencanakan waktu tanam, serta memprediksi iklim hingga beberapa bulan ke depan.
Ini membantu petani memahami kondisi iklim, terutama curah hujan, sehingga mereka bisa lebih baik dalam perencanaan dan mengurangi risiko yang mungkin terjadi.
Informasi ini sangat penting untuk menentukan kapan harus menanam, mempersiapkan lahan, dan memilih jenis tanaman. Prakiraan cuaca yang tersedia dalam interval waktu yang pendek, mulai dari 3 jam hingga 7 hari, sangat bermanfaat untuk kegiatan budidaya seperti pemupukan, penggunaan pestisida, panen, dan lainnya.
Dengan memanfaatkan prakiraan cuaca, petani dapat mengurangi risiko gagal panen atau kerugian akibat cuaca yang tidak mendukung.
Untuk mengatasi perubahan iklim, kita perlu menerapkan inovasi dan program yang sesuai, serta berkomitmen untuk mengimplementasikannya. Ini sangat penting untuk menjaga keamanan dan ketersediaan makanan.
Kerjasama antara pemerintah, baik pusat maupun daerah, dan organisasi pertanian akan membantu mencapai target Kementerian Pertanian tahun 2024, termasuk meningkatkan produksi beras sebanyak 11 persen
BSIP, yang beroperasi di Provinsi Jawa Barat dan provinsi lainnya, bersedia membantu dalam meningkatkan luas lahan pertanian untuk mendukung upaya Kementerian Pertanian dalam meningkatkan produksi dan produktivitas padi.
Mundurnya Musim Hujan
Seperti diketahui, data dari BMKG, prakiraan Musim Hujan 2023/2024 di Indonesia menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah (68,24 persen) diperkirakan akan mengalami awal Musim Hujan (MH) dari bulan Oktober hingga Desember 2023. Ini berarti awal MH di tahun tersebut akan mundur dibandingkan dengan keadaan normalnya.
Lebih detailnya, sekitar 63,81 persen wilayah Indonesia diperkirakan akan mengalami penundaan awal MH, sebanyak 8,01 persen wilayah akan tetap sama dengan normalnya, dan hanya sekitar 3,15 persen wilayah yang diperkirakan akan mengalami percepatan awal MH.
Selama Musim Hujan 2023/2024, sebagian besar wilayah Indonesia diperkirakan akan mengalami curah hujan dalam kisaran normal, sekitar 80,97 persen. Sementara itu, sekitar 9,16 persen wilayah dapat mengalami hujan di bawah normal, dan sekitar 9,87 persen wilayah mungkin mengalami hujan di atas normal.
Puncak Musim Hujan 2023/2024 di sebagian besar wilayah Indonesia diperkirakan terjadi pada bulan Januari dan Februari 2024, mencakup sekitar 55,08 persen wilayah. Durasi Musim Hujan di tahun tersebut diperkirakan berlangsung selama 10 hingga 24 dasarian di sebagian besar wilayah, sekitar 61,52 persen dari total wilayah.
Dalam konteks zona musim (ZOM), untuk Musim Hujan 2023/2024, sebagian besar wilayah Indonesia diperkirakan akan mengalami awal musim hujan dari Oktober hingga Desember 2023 dengan luas wilayah sekitar 990.837 km2 (51,74 persen).
Ini berarti bahwa dibandingkan dengan keadaan normal, awal musim hujan di wilayah ini mundur terhadap jadwal normal sekitar 930.804 km2 (48,60 persen). Sedangkan wilayah lainnya akan mengalami awal musim hujan sesuai dengan jadwal normal sekitar 111.593 km2 (5,83 persen ), dan sekitar 70.725 km2 (3,69 persen) wilayah mungkin mengalami awal musim hujan lebih awal dari biasanya.
Sebagian besar wilayah Indonesia diperkirakan akan memiliki curah hujan normal seluas 1.649.670 km2 (86,14 persen). Sementara itu, 11 wilayah lainnya mungkin mengalami curah hujan di bawah normal seluas 133.836 km2 (6,99 persen), dan curah hujan di wilayah lainnya bisa melebihi normalnya dengan luas wilayah sekitar 131.618 km2 (6,87 persen).
Data dari Sistem Informasi Standing Crop (Siscrop) oleh BSIP Kementan, saat ini ada potensi untuk menanam padi sekitar 5,9 juta hektar lahan sawah di Musim Tanam 2023/2024.
Kementerian Pertanian telah menetapkan 10 provinsi di Indonesia, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat, sebagai target lokasi untuk membantu mengatasi dampak El Niño melalui perluasan lahan tanam baru.