Jumat, 19 April 2024


Teuku Iskandar: di Telapak Kaki Penyuluh Ada Ilmu dan Motivasi

08 Mei 2021, 06:22 WIBEditor : Ahmad Soim

Teuku Iskandar | Sumber Foto:Abda

 

TABLOIDSINARTANI.COM, Aceh -- Sebelum menjabat sebagai Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), ia sudah bergerilya ke seluruh pelosok Aceh memperkenalkan berbagai inovasi teknologi kepada petani.

 “Nyoe guree kamoe watee na acara pelatihan di BLPP Saree (Ini guru kami waktu ada acara pelatihan di BLPP Saree)," kata setiap Kadistan di Aceh memperkenalkan Iskandar kepada para petani dan penyuluh.

Hampir semua penyuluh di Aceh mengenali beliau. Terlebih para Kadistan di kabupaten/kota yang juga mantan penyuluh yang kerap mendapat pelatihan sewaktu beliau sebagai penyuluh pertanian spesialis (PPS) di BIP yang kemudian berubah menjadi BPTP.

 Dalam acara  Forum Kakao Aceh (FKA) awal bulan lalu di Pidie, melihat Iskandar sebagai Ketua FKA,  sontak saja sebagian besar yang hadir menyebutnya sebagai Bapak Penyuluhan.

 Bagi Iskandar yang paling penting adalah bagaimana cara dan upaya untuk mensejahterakan petani di antaranya dengan meningkatkan hasil produksinya. "Bila kita mampu mendongkrak produksi pertanian melalui teknologi, seperti di era 80an, maka program Aceh hebat sudah pantas disandang, dengan julukan swasembada sebagai lumbung pangan nasional," katanya.

Pengabdiannya tak pernah berhenti. Walaupun secara kedinasan sudah purna bakti. Bahkan kini dirinya semakin aktif menyampaikan materi di berbagai pelatihan penyuluhan. Sejak pensiun tahun 2018, kepakarannya dimanfaatkan sebagai tenaga ahli pada Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Aceh. 

Jelang berbuka puasa, Sinar Tani bersilaturrahmi dengan Alumni S2 IPB Bogor tahun 1999 yang nota benenya ahli Ilmu Penyuluhan dan Pembangunan. 

Setelah lulus menjadi sarjana pertanian katanya, ada informasi penerimaan pegawai di beberapa instansi pemerintah. Waktu itu kita tinggal memilih saja … maunya kemana? Saat itu, matanya terfokus pada papan pengumuman di kampusnya untuk memilih bekerja di Kementerian Pertanian, melalui Balai Informasi Pertanian (BIP). "Kantor inilah yang merupakan cikal bakal terbentuknya BPTP Aceh sekarang", paparnya. 

Kebetulan sekitar tahun 1982, kantor BIP waktu itu baru saja terbentuk dengan nama proyek informasi pertanian di Aceh, dan terbuka kesempatan kerja bagi para sarjana pertanian yang masih sangat terbatas jumlahnya. 

Nyali nya pun terpanggil. Selanjutnya dia menemui kepala BIP, yang waktu itu dijabat oleh  Ir. Ramli Abdullah dan merupakan putra Aceh asli. Dia pun tidak menyangka melihat sosok seorang kepala, tidak hanya gagah dan tampan namun juga low profil. "Karakternya bersahaja menyambut kedatangannya, sehingga membuat dirinya terkesan dan terkesima", simpulnya. 

Diawali saling perkenalan diri, dia pun langsung mengutarakan keinginannya untuk menjadi Penyuluh Pertanian Spesialis (PPS). Karena ada rasa empati, beliau menjelaskan bahwa untuk menjadi seorang penyuluh harus banyak menulis, baik tentang sains, ilmu dan juga harus sering membuat kegiatan penyuluhan. "Dalam benaknya, menulis itu mudah dan gampang sekali", katanya. 

BACA JUGA:

Rupanya tulisan yang dimaksud adalah  "Tulisan yang menghasilkan keilmuan, dan ketika menjadi sebuah artikel, bisa memotivasi petani untuk mengadopsi serta mengaplikasikannya di lapangan", sambungnya. 

Merasa memiliki bakat/talenta tersebut diapun tersanjung dan bangga, karena bekerja sebagai penyuluh merupakan tugas mulia. Apalagi turut membantu petani agar mereka tahu terlebih dahulu, kemudian mau berbuat sehingga akan mampu untuk merubah diri dan keluarganya menjadi lebih baik. 

Untuk membuat tulisan dimaksud, dirinya sering berlatih. Akhirnya dia menyadari bahwa pekerjaan menulis itu sebenarnya memang gampang. "Menulis itu dimulai dari bakat dan keinginan kita sendiri, tidak bisa dipaksakan", cetusnya. 

Karena keuletan dan kegigihannya itulah, pada tahun 1983 ia resmi diangkat menjadi pegawai negeri, setelah 6 bulan mengabdi sebagai tenaga honorer. 

Dalam menulis, kuncinya perlu banyak membaca. Selain itu menerapkan ilmu dan wawasan, bagaimana mentransfer teknologi lewat tulisan yang dihasilkan, sehingga mudah dicerna oleh petani dan pengguna teknologi. 

Beruntung, selain menulis dirinya juga hobi menekuni teknik fotografi, hingga bisa diikutsertakan menjadi peserta Diklat audio visual yang diselenggarakan di Banda Aceh, Saree sampai ke Ciawi, Jawa Barat. 

Dari 30 peserta yang ikut, "hanya beberapa orang saja yang berhasil termasuk dirinya yang hingga kini masih suka jepret sana jepret sini", kenangnya sambil melanjutkan cerita.

Tidak hanya itu, dia juga mampu membuat skrip/naskah audio visual yang kala itu SDM nya sangat terbatas. Termasuk teknik pengambilan foto seperti long shoot, medium shoot, close up, dan juga super close up. "Tidak semua foto dijepret long shoot", timpalnya. 

Disamping itu, dia juga ahli membuat slide bersuara. Slide itu, adalah bahan presentasi dari foto positif berwarna, waktu itu belum ada power point. "Satu satunya yang ahli di bidang sound slide di Aceh saat itu, hanya saya", ujarnya bangga. 

Walaupun sebagai alumni fakultas pertanian dia tak merasa canggung, memiliki kemampuan membuat prosesing sound slide.

Kemampuannya tersebut mendapatkan apresiasi saat tampil memukau dihadapan 400an mahasiswa, yang ketika itu memaparkan teknologi padi. "Saya merasa bangga, diminta sebagai tenaga caoching bagi mahasiswa KKN di kampus Universitas Syiah Kuala, yang juga almamaternya", bebernya. 

Tidak berhenti di situ, seluruh BPP di Aceh juga menerima slide karyanya. Pemaparan keunggulan teknologi inovasi seperti, varietas padi unggul baru, mina padi, udang windu, cabai merah hingga penanggulangan hama penyakit pada tanaman kopi. 

Karena tak ingin menang sendiri, seiring berjalannya waktu ia pun melatih dan mentransfer teknologi tersebut ke beberapa staf di kantornya...

Tetap Menyuluh dengan Ilmu dan Pengalaman

Menurutnya akibat adanya perubahan regulasi dan undang -  undang, kondisi penyuluh saat ini menjadi dilema. Artinya, Penyuluhan pertanian dulu sangat intensif dengan program National Extention Project (NAEP). Melalui metode visit Extention yaitu kunjungan dan latihan. 

Kita melatih penyuluh di BPP, kemudian mengunjungi dan belajar di lahan petani sambil praktek bersama (learning by doing). 

Melalui program dan gerakan penyuluh saat itu, tak pelak memang Aceh mendapat julukan sebagai daerah yang mampu berswasembada pangan nasional di era 1984. Sehingga Presiden RI diundang oleh FAO untuk tampil diajang bergengsi tingkat dunia di Roma. 

Namun sekarang terjadi perubahan paradigma, Penyuluh berada pada satminkal yang berbeda (undang undang No 16/2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan).

Sebagai contoh penyuluh pertanian satminkal menginduk di Bupati sementara di setiap kabupaten berbeda lagi tergantung kebijakan Bupati nya. Untuk penyuluh kehutanan satminkal nya di provinsi. Sementara penyuluh perikanan dan penyuluh BPTP satminkal nya berada di pusat. 

Kebijakan ini memunculkan kesenjangan katanya, baik secara programa, SDM dan juga finansial nya. “Hal ini menjadi penting untuk ditinjau kembali agar mendapatkan perhatian dari pemerintah”, ungkapnya. 

Pasalnya, penyuluhan pertanian itu merupakan proses pendidikan bagi petani dan keluarganya.  Untuk itu diperlukan SDM yang mumpuni serta handal secara holistik dan tidak berbeda - beda berdasarkan daerah, provinsi mupun pusat. 

Yang paling krusial lagi untuk Aceh, yaitu Balai Diklat Pertanian di Saree perlu dihidupkan kembali. Karena penyuluh Pertanian itu memerlukan proses pembelajaran, untuk itu SDM mereka juga perlu diupdate, begitu pula ilmunya seiring kemajuan teknologi dan informasi. 

Tidak boleh lembaga pendidikan dan pelatihan itu ditiadakan. "Saya menyarankan agar Diklat di Saree perlu dibuka kembali, beda antara pejabat struktural dan fungsional", pintanya. 

Filosofinya yang dijalankan Iskandar: "Di bekas telapak kaki penyuluh ada tersimpan pupuk disana" dimaknainya, bahwa sebagai seorang penyuluh perlu ada Visitingnya. Mengunjungi petani memberikan informasi dan mengayomi petani. Bukan malah menggurui, tapi bagaimana cara memberikan pendidikan untuk orang dewasa. Ini disebut juga Experianting Learning Cycle (ELC). Yaitu Proses pembelajaran melalui pengalaman dengan menggali pengalaman petani. Untuk itu penyuluh harus tau tentang metode ini. 

Dalam proses pendidikan kata dia, ada pendidikan formal (sekolah) dan non formal melalui kebutuhan belajar berdasarkan Need Assesment. “Apa yang dibutuhkan petani saja, tidak perlu semuanya disampaikan”, tukasnya.

Kenangan Berharga dalam Bertugas

Selaku Alumni Magister Penyuluhan Pembangunan (PPN) IPB tahun 1999, yang pernah menjabat sebagai Kepala BPTP Aceh periode 2007 - 2013.

Dirinya telah berkunjung ke negeri Kangguru Australia 2006, 2008 dan 2013 dalam Management Research di Wolongbar Agricultural Institut NSW Departemen of Primary Industries dan Moulborne University, Victorya, Australia. 

Pengalamannya yang segudang dan memiliki jaringan luas, pada tahun 2010 menjadi Ketua Team Pelepasan Kopi Arabica Gayo; SK Gubernur Aceh Irwandi Yusuf. Pelepasan tersebut perlu kerja keras melalui penelitian Agronomis selama tiga tahun dan Test Cup di Luar Negeri (USA, Jepang, Australia). 

Karena dari Hasil Penelitian dan Pelepasan  Gayo 1 dan 2 telah berdampak Besar dari Cita Rasa Kopi Arabica Gayo yang Mendunia. "Dan ini suatu prestasi luar biasa dan menjadi kebanggaan besar bagi Aceh dan Indonesia", kenangnya. Penelitian dan Pelepasan Kopi Arabica Gayo di Support oleh BAPEDA Aceh Melalui Program UNDP, Aceh Partnerships for Economic Development (APED).

Dari kolaborasinya itu maka terpilih tiga varietas Bobor, Tim Tim dan P 88. Menurutnya, hingga kini baru dilepas dua varietas saja, sedangkan untuk P 88 masih proses dan butuh waktu. 

Dia juga telah menerima piagam tanda Kehormatan Presiden Indonesia Satyalencana Karya Satya 30 Tahun. oleh Presiden RI, Joko Widodo, 09 November 2016.

Teuku Iskandar, saat kuliah memilih jurusan proteksi, Fakultas Pertanian universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh, merupakan alumni pertama yang selesai tahun 1982. 

Pria kelahiran Pangwa, Pidie, 21 Januari 1958, menamatkan sekolah dasar dan SMP di Meuredu dan akhir tahun 1976 menyelesaikan pendidikan menengah di SMAN 2, Darussalam Banda Aceh. 

Kenangan yang tak terlupakan mengikuti training ICRISAT tentang Crop Improvement and Natural Resource Management selama tiga bulan  Agust – Okt 2001 di India. "Saya sempat membawa benih kacang tanah dari India, yang ditanam di lahan visitor pilot BPTP, namun kini hilang tergilas tsunami", pungkasya.

  === 

Sahabat Setia SINAR TANI bisa berlangganan Tabloid SINAR TANI dengan KLIK:  LANGGANAN TABLOID SINAR TANIAtau versi elektronik (e-paper Tabloid Sinar Tani) dengan klikmyedisi.com/sinartani/ 

Reporter : Abda
BERITA TERKAIT
Edisi Terakhir Sinar Tani
Copyright @ Tabloid Sinar Tani 2018