Webinar Peternakan: Menjawab PR Peningkatan Produksi Ternak
TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta---Pandemi covid-19 menjadi tantangan bagi semua sektor, tak terkecuali dengan pertanian, khususnya subsektor peternakan. Meski produksi berjalan normal, ternyata penurunan konsumsi berimbas pada peternak, khusus milik rakyat. Banyak pekerjaan rumah (PR) yang pemerintah harus jawab.
Data Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, konsumsi daging ayam ras pada tahun 2019 sebanyak 12,18 kg/kapita dengan total kebutuhan 3.251.745 ton dan produksi sebanyak 3.495.091 ton. Sedangkan tahun 2020 akibat dampak covid-19, konsumsi ayam ras turun menjadi 10,10 kg/kapita dengan kebutuhan 2.019.532 ton, sementara produksi mencapai 3.219.118 ton.
Sementara untuk telur justru naik. Pada tahun 2019 hanya 17,72 kg/kapita dan total kebutuhan 4.742.240 ton dengan produksi sebanyak 4.753.382 ton. Adapun tahun 2020 konsumsinya naik menjadi 18,35 kg/kapita dengan total kebutuhan 5.141.570 ton dan produksi mencapai 5.141.570 ton.
“Selama pandemi tidak ada aktifitas yang bersifat massal dan hanya konsumsi harian. Terlihat dari banyak usaha yang tidak bergerak, sehingga mengurangi konsumsi perkapita daging sapi dan kerbau. Terjadi penurunan konsumsi, tapi produksi tidak menurun,” kata Sekdit Ditjen PKH, Makmun saat webinar Menjawab PR Peningkatan Produksi Ternak yang diselenggarakan Tabloid Sinar Tani, Rabu (29/9).
Dengan kebutuhan ayam dan telur yang stagnan, tapi dari sisi produksi justru naik, Makmun mengatakan, menjadi pekerjaan rumah pemerintah untuk bisa mengendalikan kelebihan produksi tersebut. “Tantangan kita adalah produksi naik, tapi konsumsi turun, kelebihannya belum sanggup dikelola dengan baik,” ujarnya seraya menambahkan, pemerintah kini mendorong industri tepung telur guna mengatasi kelebihan produksi.
PR lainnya adalah mencukupi kebutuhan susu dalam negeri yang saat ini baru bisa terpenuhi 20 persen. Produksi susu dalam negeri masih sangat kecil dibandingkan permintaan. Karena itu, pemeirntah terus memacu bersama-sama pengembangan sapi perah dan investasi di wilayah lain, khususnya di luar Jawa.
“Selama ini produksi susu baru di Jawa, hanya beberapa titik di luar Jawa yakni Sumatera dan Sulawesi. Kita upayakan agar produksi susu merata di seluruh Indonesia,” katanya. Hitungan pemerintah menurut Makmun, jika produksi susu dalam negeri sudah mencukup 50 persen kebutuhan dalam negeri, maka menjadi tanda konsumsi susu juga meningkat.
Hal lain yang menjadi tantangan peningkatan produksi ternak adalah ketersediaan pakan. Seperti diketahui pakan paling besar dalam strukutur produksi ternak. “Karena pakan paling besar kontribusinya, bagaimana efisiensi pakan agar pakan lebih murah. Umumnya negara yang sukses produksi sapi dan kerbau adalah berbasis lahan,” katanya.
Untuk pakan tantangannya adalah ketersediaan bahan baku dan biaya transportasi pakan yang cukup mahal. Karena itu ada upaya untuk membangun industri ternak di sentra produksi pakan, sehingga efisiensi bisa dilakukan.
Khusus ayam peterlur, menurut Makmun, kontribusi pakan mencapai 71 persen, bahkan lebih dari 50 persen adalah jagung. Sebab, jagung sangat berpengaruh terhadap warna kuning telur. Karena itu peternak ayam petelur sangat tergantung jagung. “Meski ada alternatif sorgum, tapi di dunia peternak ayam petelur menggunakan jagung sebagai pakan ternak. Jadi produksi jagung kita perkuat,” tuturnya.
Menjawab PR
Untuk menjawab PR tersebut, Makmun mengatakan, dalam pengembangan peternak unggas, pemerintah mendorong peternak tidak hanya budidaya, tapi masuk ke industri hilir. Akhir 2021, Ditjen PKH sudah menggagas integrated farming, diharapkan pada tahun 2022 sudah bisa berjalan.
Prinsif integrated farming ini berada dalam suatu kawasan atau hamparan, limbah kegiatan adalah input untuk kegiatan lainnya. Dengan demikian dapat menjaga keseimbangan ekosistem dan mendorong konservasi habitat dengan menerapkan pertanian organik.
“Sistem pertanian dengan memanfaatkan keterkaitan antara tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perikanan. Mungkin namanya tidak intergrated farmig tapin pertanian terpadu dengan luas lahan perkabupaten sekitar 50 ha,” katanya.
Sedangkan untuk meningkatkan produksi ternak sapi, Ditjen PKH memprogramkan Pengembangan Desa Korporasi Sapi. Lokasi sentra sapi dengan jumlah 200 ribu ekor atau 200 paket. Tiap paket terdiri indukan sapi sebanyak 500 dan bakalan 500 ekor. “Desa korporasi sapi ini mengelola dari hulu hingga hilir dalam bentuk klaster, sehingga bisnis oriented dan berada dalam satu manajemen,” katanya.
Untuk mendongkrak produksi peternakan, ternyata tak lepas peran Unit Pelayanan Teknis (UPT) di bawah Ditjen PKH. UPT tersebut diibaratkan dalam kegiatan produksi film posisinya ada di belakang layar. Selama ini perannya sangat besar dalam mendukung upaya pemerintah meningkatkan produksi pangan hewani daging, telur dan susu yang menjadi kebutuhan sehari-hari masyarakat.
Tak hanya berkontribusi dalam mendorong peningkatan produksi hasil ternak, UPT lingkup Ditjen PKH juga performanya kian membanggakan terbukti telah ada diantaranya yang mampu menembus pasar ekspor.
Sejauh mana kontribusi UPT Ditjen PKH dalam mendukung aktivitas usaha peternakan di tanah air? Langkah-langkah pembinaan apa saja yang dilakukan institusi Ditjen PKH untuk mendorong kemajuan UPT yang ada ? Jawabnya ada dalam webinar Menjawab PR Peningkatan Produksi Ternak.
Jika ingin mendapatkan materi, sertifikat dan siaran ulangnya bisa diundah di link di bawah ini.
Link Materi: METERI WEBINAR: MENJAWAB PR PENINGKATAN PRODUKSI TERNAK
Link Sertifikat : SERTIFIKAT WEBINAR: MENJAWAB PR PENINGKATAN PRODUKSI TERNAK
Link SintaTV :