Rabu, 21 Mei 2025


Penurunan Keragaman Hayati, Tantangan Pemulia Tanaman

16 Agu 2024, 10:12 WIBEditor : Yulianto

Peran bioteknologi dalam peningkatan produksi pangan

Di sisi lain Sobir menilai, pemuliaan tanaman juga menghadapi tantangan besar terkait dengan penurunan keragaman genetik tanaman. Dalam upaya untuk meningkatkan hasil dan ketahanan tanaman, sering kali pemulia lebih fokus pada seleksi varietas unggul yang memiliki karakteristik khusus, seperti produktivitas tinggi atau ketahanan terhadap penyakit tertentu.

Akibatnya, keragaman genetik tanaman menjadi semakin terbatas, dengan beberapa varietas dominan menggantikan banyak varietas lokal yang sebelumnya beragam. Penurunan keragaman genetik ini dapat mengurangi kemampuan tanaman untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan atau serangan penyakit baru.

“Kita sekarang sudah tidak memiliki waktu yang lama untuk menghasilkan varietas baru dengan sifat unggul, produktivitas tinggi, namun tetap efisien secara input,” ujarnya. Untuk itu, salah satu alternatifnya adalah dengan pemuliaan presisi yakni melalui pendekatan mutakhir dalam bidang pemuliaan tanaman yang memanfaatkan teknologi canggih.

Dengan menggunakan alat seperti pemetaan genetik, analisis data besar, dan teknik rekayasa genetika, pemuliaan presisi memungkinkan ilmuwan mengidentifikasi dan memanipulasi gen-gen tertentu yang berkaitan dengan sifat-sifat penting. Misalnya, ketahanan terhadap penyakit atau peningkatan hasil panen.  “Cara ini dapat meningkatkan efisiensi dan akurasi dalam mengembangkan varietas unggul,” ujarnya.

Pendekatan ini menurut Sobir, akan mengurangi ketergantungan pada proses seleksi yang memakan waktu dan biaya, serta mempercepat pengembangan varietas tanaman yang lebih adaptif dan produktif. Langkah lainnya adalah transgenik. Proses bioteknologi ini dengan introduksi gen-gen baru yang tak bisa dilakukan dengan persilangan karena tidak berkerabat.

Ia mengungkapkan, saat ini beberapa tanaman transgenik yang sudah dikenal masyarakat meliputi jagung dan kedelai yang toleran terhadap herbisida. Kedua komoditas pangann tersebut telah disisipi dengan gen yang membuatnya tahan terhadap aplikasi herbisida.  Bahkan kini komersialisasinya sudah cukup masif.

“Sederhananya, ketika kita menanam jagung dan kedelai transgenik, kita tidak perlu repot mencabut setiap gulma di lahan. Cukup dengan mengaplikasikan herbisida karena tanaman ini tahan terhadap herbisida, sementara gulma-gulma tersebut akan mati,” katanya.

Contoh lainnya adalah padi emas juga termasuk tanaman transgenik, yang mengandung beta-karoten (pro vitamin A) pada bagian endosperm. Contoh tanaman transgenik lainnya mencakup kentang, tomat, kapas, serta padi Nue yang efisien dalam penggunaan nitrogen. Di tingkat global, terdapat juga tanaman transgenik seperti apel, terong, nanas, dan lain-lain.

“Berbagai keuntungan dari tanaman transgenik antara lain adalah pengurangan aplikasi herbisida atau pestisida, pengurangan penggunaan pupuk, adaptasi terhadap perubahan iklim, dan peningkatan produksi,” tambahnya.

Dengan makin berkembangan bioteknologi, Prof Sobir bisa membayangkan breeding benih bisa dilakukan private sector. Dengan demikian, peran pemerintah adalah hanya sebagai regulator. Negara nantinya memberikan iklim kondusif bagi pengembangan varietas unggul, bahkan mengawal keunggulan ini sampai kepada pengguna, terutama petani.

Tak hanya itu, pemerintah juga menjadi penjamin proses adopsi teknologi dan diseminasi hingga berdampak pada teknologi. Jadi tugas pemerintah adalah membuat regulasi yang melindungi kepentingan nasional pelaku pengembang varietas unggul serta penggunanya. 

Reporter : Gsh
Edisi Terakhir Sinar Tani
Copyright @ Tabloid Sinar Tani 2018