Rabu, 11 Desember 2024


Produk Rekayasa Genetik, Ini Kata Guru Besar IPB

16 Agu 2024, 10:12 WIBEditor : Yulianto

Peran bioteknologi dalam peningkatan produksi pangan | Sumber Foto:Julian

TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta---Tantangan peningkatan produksi pangan ke depan kian berat. Bukan hanya makin terbatasnya lahan pertanian, tapi jumlah penduduk yang terus meningkat membuat upaya menjaga stok pangan perlu inovasi terbaru. Menurut Prof. Sobir, Guru Besar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB University, solusinya adalah dengan bioteknologi.

Ke depan pengembangaan sistem pangan yang lebih aman dan berkelanjutan kian peting. Bahkan bukan hanya penting, tapi krusial untuk keberlangsungan hidup manusia. Untuk mencapai sistem pangan yang berkelanjutan, perlu upaya kolektif, inovasi khas Indonesia, serta pengelolaan lahan pertanian yang efisien.

Salah satu tantangan utama yang dihadapi adalah berkurangnya stok pangan, terutama beras. Di Indonesia, dengan proyeksi jumlah penduduk yang akan mencapai 350 juta pada tahun 2045, perlu adanya tindakan yang cepat. Peningkatkan produksi pangan tidak bisa dengan cara yang biasa-biasa saja.

“Kita tidak bisa terus mengandalkan impor karena pasokan global juga belum tentu mencukupi. Ditambah dengan potensi penurunan produksi padi dan berkurangnya jumlah petani di Indonesia, situasinya semakin kompleks,” kata Prof. Sobir saat saat Sarasehan Nasional Bioteknologi sebagai Upaya Menangani Krisis Pangan Global dan Penguatan Ketahanan Pangan Nasional, di Jakarta, Rabu (31/7).

BACA JUGAKetatnya Regulasi Produk Rekayasa Genetik

Bagaimana mengatasinya? Menurut Sobir, tidak bisa dengan menngadalkan upaya perluasan lahan pertanian. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Misalnya, kapasitas petani dalam mengelola lahan, upaya kolektif dengan pemerintah, dan perbaikan ekosistem inovasi pertanian.

Selain itu, Sobir menganggap, ke depan pentingnya bioteknologi untuk menjadi solusi dari berbagai tantangan pertanian tersebut. Jika dulu hingga tahun 1930-an untuk meningkatkan produksi dengan cara ekstensifikasi, kemudian sampai tahun 1960-an lebih pada intensifikasi hampir 60 persen dan  ekstensifikasi 40 persen. Sedangkan hingga tahun 2020, hampir seluruh peningkatan produksi melalui intensifikasi.

Namun ia menegaskan, di era masa kini pertanian, khususnya di Indonesia memerlukan strategi baru untuk bisa berproduksi lebih baik dan lebih banyak. Salah satunya adalah dengan intensifikasi berkelanjutan.

“Intensifikasi berkelanjutan ini menggunakan varietas dengan efisiensi input, sehingga nanti biaya produksi bisa ditekan. Termasuk varietas unggul yang adaptif dengan lahan suboptimal,” tuturnya.

Pemuliaan tanaman juga menghadapi tantangan besar terkait dengan penurunan keragaman genetik tanaman.  Baca halaman selanjutnya.

 

Reporter : Gsh
Edisi Terakhir Sinar Tani
Copyright @ Tabloid Sinar Tani 2018