Sabtu, 26 April 2025


Indonesia Bebas Eggflation, Harga Telur Stabil di Tengah Krisis Global

26 Mar 2025, 07:17 WIBEditor : Herman

Telur Ayam

TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta --- Di saat banyak negara di dunia mengalami eggflation dimana kenaikan harga telur yang melambung tinggi, Indonesia justru tampil sebagai pengecualian. Produksi telur nasional melimpah, harga tetap stabil, dan pasokan terjaga. Sementara di luar negeri harga telur melonjak drastis, Indonesia justru menunjukkan ketahanan pangan yang kuat.

Menurut laporan Love Money pada Senin (24/3), lonjakan harga telur di berbagai negara disebabkan oleh beberapa faktor, seperti wabah flu burung yang meningkatkan biaya produksi dan krisis pasokan. Di Swiss, harga telur per kilogram mencapai US$6,85 (sekitar Rp113.534).

Sementara itu, di Selandia Baru harganya menyentuh US$6,22 (Rp103.063), di Singapura US$3,24 (Rp53.687), di Amerika Serikat US$4,11 (Rp68.103), di Prancis US$4,08 (Rp67.606), dan di Australia US$4,13 (Rp68.428).

Namun, Indonesia tetap berada di jalur yang berbeda. Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Pertanian (Kementan), Moch. Arief Cahyono, mengungkapkan bahwa per 25 Maret 2025, harga telur ayam ras nasional berada di angka Rp29.475 per kilogram. Bahkan, di DKI Jakarta, harga lebih rendah dari rata-rata nasional, yakni Rp27.688 per kilogram.

Arief menjelaskan bahwa keberhasilan ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah dalam menjaga keseimbangan stok dan harga pangan strategis. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman telah menegaskan pentingnya menjaga pasokan agar harga tetap terkendali.

“Alhamdulillah, berkat kerja keras semua pihak, terutama petani dan peternak, pada Ramadan dan Lebaran kali ini, stok dan harga sembilan komoditas pangan strategis dalam kondisi aman, bahkan melimpah,” ujar Arief dalam konferensi pers, 25 Maret 2025.

Surplus produksi menjadi salah satu faktor utama yang membedakan Indonesia dari negara-negara lain. Berdasarkan proyeksi Badan Pangan Nasional (Bapanas), produksi telur ayam ras Indonesia tahun ini mencapai 6,4 juta ton, sementara kebutuhan bulanan hanya sekitar 518 ribu ton. Dengan angka ini, Indonesia memiliki kelebihan pasokan yang cukup besar.

Menariknya, negara-negara yang selama ini menjadi pemasok grand parent stock (GPS) ayam ke Indonesia justru mengalami krisis pasokan. Amerika Serikat, Prancis, dan beberapa negara Eropa tengah berjuang menghadapi wabah penyakit unggas serta kenaikan biaya produksi yang berdampak pada kenaikan harga telur mereka.

“Eggflation terjadi di negara-negara yang menjadi sumber impor GPS, seperti Amerika Serikat dan Prancis. Ini menunjukkan bahwa industri peternakan ayam petelur secara global sedang menghadapi tantangan besar,” tambah Arief.

Selain itu, stabilitas harga di Indonesia juga didukung oleh ketersediaan pakan ternak yang terjaga. Pemerintah melalui Kementan telah melakukan berbagai upaya untuk menjaga suplai pakan, termasuk pengembangan sentra jagung, optimalisasi distribusi, dan pemanfaatan bahan baku alternatif. Produksi jagung yang stabil menjadi faktor utama dalam menekan biaya produksi telur.

Melihat kondisi global, Indonesia justru berada dalam posisi strategis untuk mengekspor telur ke negara-negara yang mengalami keterbatasan pasokan. Salah satu target ekspor yang sedang dibidik adalah Amerika Serikat.

“Kami telah menyiapkan skema ekspor 1,6 juta butir telur per bulan ke Amerika Serikat. Namun, kami memastikan bahwa ekspor ini tidak akan mengganggu ketersediaan telur di dalam negeri,” jelas Arief.

Reporter : Rafi
Sumber : Humas Ditjen PKH
Edisi Terakhir Sinar Tani
Copyright @ Tabloid Sinar Tani 2018