Peran koperasi susu sebagai penyerap susu rakyat telah mengalami penurunan, terutama sejak pemerintah menandatangani Lettern of Intents (LoI) dengan Lembaga Keuangan Internasional (IMF).
Ketua Dewan Persusuan Nasional (DPN), Teguh Boediyana mengatakan, saat ini terdapat 95 koperasi primer susu yang bergabung dalam wadah Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI). Tapi dalam kurun 15 tahun terakhir ini terjadi penurunan kondisi koperasi sejalan menurunnya usaha peternakan sapi perah.
“Saat ini banyak sekali koperasi yang kecil dan menangani susu para anggota dalam jumlah yang sangat kecil,” kata Teguh seraya menambahkan, agar koperasi dapat tumbuh kembali seperti era sebelum tahun 2000, perlu ada penanganan serius dari pemerintah.
Tidak dapat dipungkiri bahwa usaha peternakan sapi perah rakyat dengan koperasi sebagai wadah peternak mengalami kemunduran sejak ditandatanganinya LoI antara pemerintah Indonesia dan IMF. Salah satu butir dalam LoI tersebut adalah dihapuskan peraturan yang melindungi peternak sapi perah rakyat melalui Inpres No. 2/1985.
Teguh menilai, kurang berkembangnya koperasi susu juga ditunjang belum adanya komitmen dari pemerintah akan peran koperasi. Banyak instansi pemerintah yang lebih senang memberi bantuan melalui kelompok peternak.
Memang koperasi dianggap tidak ideal karena koperasi memiliki status legal yang jelas sebagai badan hukum dan sangat transparan serta akuntabel. Faktor inilah mungkin yang menyebabkan banyak instansi alergi menyalurkan bantuan melalui wadah koperasi. “Banyaknya koperasi yang menyurut kondisinya,” ujarnya.
Teguh mengungkapkan, GKSI sebagai koperasi sekunder telah mampu memiliki dan mengelola pabrik susu yang besar. Meski masih terpaksa menjual jasa produksi, paling tidak koperasi susu dapat menunjukkan eksistensinya.
Banyak pihak yang tidak tahu bahwa sebenarnya lebih dari 30 tahun koperasi susu yang ada sekarang telah melayani pemasaran susu dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang cukup memadai. Bahkan koperasi susu yang besar sudah memiliki armada milk tanker, setiap tanki dapat mengangkut 15-20 ton susu segar.
“Mereka juga sudah dilengkapi dengan sarana pendinginan susu segar yang canggih sehingga dapat ditekan tingkat kerusakan susu,” ujarnya. Bahkan lanjut Teguh, di Jawa Timur di bawah bimbingan PT. Nestle setiap koperasi susu dilengkapi dengan beberapa tempat penampungan susu yang secara teknis memenuhi syarat higienis susu.
Secara umum sarana dan prasarana untuk mendukung tata niaga susu sudah sangat memadai. Bahkan GKSI telah memiliki pabrik susu dengan kapasitas besar yang dapat memproduksi susu cair Ultra High Temperature (UHT), susu kental manis dan susu segar pasteurisasi.
Untuk berlangganan Tabloid Sinar Tani Edisi Cetak SMS / Telepon ke 081317575066
Editor : Julianto