Minggu, 18 Mei 2025


Produksi Telur RI No. 3 Dunia, Ini Strategi Kementan Hadapi Tantangan Pasar

19 Apr 2025, 20:39 WIBEditor : Herman

Kunjungan Dirjen PKH Agung Suganda pada Rumah Kebersamaan Peternak Layer Mandiri di Blitar

TABLOIDSINARTANI.COM, Blitar --- Tahun 2025 Indonesia berhasil mencatatkan diri sebagai produsen telur ayam ras terbesar ketiga di dunia, setelah Tiongkok dan Jepang. Produksinya mencapai angka fantastis: 6,52 juta ton telur, atau setara dengan 104,17 miliar butir.

Peningkatan ini bukan tanpa sebab. Kementerian Pertanian (Kementan) menyebut, produktivitas peternak rakyat terus meningkat berkat berbagai faktor mulai dari penggunaan teknologi kandang tertutup (closed house), perbaikan genetik ayam petelur, hingga program unggulan seperti Ayam Merah Putih, yang mendorong terbentuknya klaster peternakan di desa-desa.

Program ini juga mendukung program nasional Makan Bergizi Gratis (MBG).

Dengan kebutuhan nasional sebesar 6,22 juta ton, Indonesia kini memiliki surplus 295 ribu ton telur—sekitar 4,5%.

Ini jadi peluang emas untuk memperluas program MBG, menguatkan peran UMKM peternakan, serta meratakan distribusi telur ke seluruh penjuru negeri.

Namun, keberhasilan ini juga menghadirkan tantangan tersendiri. Usai Lebaran, permintaan telur menurun hingga 30%, memicu penurunan harga di tingkat peternak, terutama di sentra produksi seperti Blitar.

Menanggapi kondisi ini, Kementan bergerak cepat. Melalui surat edaran yang dikeluarkan pada 11 April 2025, Kementan memperketat pengawasan peredaran telur fertil dan infertil, sekaligus mendorong perusahaan pakan (feedmill) untuk membantu peternak kecil agar tidak panik dan menjual telur di bawah harga pasar (panic selling).

“Kenaikan produksi ini adalah peluang besar. Tapi kita harus kelola dengan bijak agar manfaatnya bisa dirasakan peternak dan masyarakat,” ujar Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Agung Suganda, saat mengunjungi Rumah Kebersamaan Peternak Layer Mandiri yang dikoordinatori drh. Eti salah satu peternakan layer di Blitar.

Sebagai solusi jangka panjang, Kementan juga mempercepat implementasi program MBG.

Satu dapur MBG diperkirakan membutuhkan 195 kg telur per hari, atau 3,9 ton per bulan.

Jika diterapkan merata, program ini bisa menyerap produksi peternak dalam skala besar.

Tak hanya itu, Kementan juga menggandeng lintas kementerian untuk mendorong pembelian telur rakyat oleh koperasi instansi pemerintah, serta mengusulkan penyerapan dalam program Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) yang dikelola Badan Pangan Nasional.

Bahkan, skema barter dengan jagung antar daerah sedang dipertimbangkan demi efisiensi distribusi.

Kementan juga menekankan pentingnya kekompakan peternak. Peternak mandiri diimbau untuk tidak tergesa-gesa menjual telur saat harga jatuh.

Kebersamaan dalam mengatur tata niaga diyakini jadi kunci menstabilkan harga di pasar.

“Kalau peternak solid, saling jaga harga, itu akan lebih efektif dari intervensi apa pun,” tegas Agung.

Dengan 95% telur nasional diproduksi opeternak mandiri, Kementan memastikan keberpihakan terhadap peternakan rakyat akan terus jadi prioritas utama. 

Reporter : Rafi
Edisi Terakhir Sinar Tani
Copyright @ Tabloid Sinar Tani 2018