Kepala BPPSDMP, Prof. Dedi Nursyamsi bersama penyuluh pertanian
TABLOIDSINARTANI.COM, Karawang---El Nino yang terjadi sejak Juni lalu mencapai puncaknya pada September 2023 ini. Karena itu, dalam mengantispasi dampak El Nino yang semakin mengganas, Pemerintah melalui Kementerian Pertanian mengajak petani, penyuluh dan pemerintah daerah untuk bersama menggenjot program Gerakan Nasional (Gernas) Antisipasi El Nino.
El Nino memang menjadi momok yang menghatui petani saat ini. Memang kemarau/kekeringan yang dimulai sejak Juni 2023 lalu diprediksi akan berlangsung lama. Pastinya hal tersebut akan sangat mempengaruhi kegiatan pertanian.
Kepala BPPSDMP Kementan, Prof. Ir. Dedi Nursyamsi, M.Agr. pada acara Ngobras On The Spot (OTS) dengan tema Biar El Nino Menyengat, Petani Tetap Semangat, di Karawang, Jawa Barat mengatakan, berdasarkan prediksi BMKG, El Nino yang dimulai sejak Juni 2025 lalu akan masih berlangsung lama.
“Berdasarkan prediksi BMKG, Juni-Juli termasuk El Nino lemah, Agustus menguat tapi masih di level sedang dan September ini puncaknya. Nanti di Oktober, November sampai Februari 2024 awal mulai melemah lagi, masuk di akhir Feburari dan Awal Maret sudah normal kembali,” tegasnya.
Dedi menegaskan, saat yang sama pada November ini, terutama di Jawa Barat pada akhir Oktober sudah mulai masuk musim hujan. Kondisi ini membuat pengaruh El Nino akan tidak terlalu terlihat. Namun El Nino merupakan fenomena kekeringan yang mengakibatkan kurangnya curah hujan secara signifikan. Sedangkan disisi lain sebagian besar pengairan/irigasi sawah tergatung dengan air hujan.
Guna mengantisipasi kekeringan pada lahan pertanian, Kementerian Pertanian telah meluncurkan Gerakan Nasional Antipasi El Nino. Ada beberapa langkah yang harus dilakukan. Mulai dari memanfaatkan sumber irigasi alternatif selain air hujan, mulai dari sungai, air tanah dan lain sebagainya.
”Tidak kalah penting ialah harus mengefisiensikan penggunaan air dengan berbagai metode seperti irigasi tetes, sistem irigasi berselang atau intermittent irrigation yang merupakan suatu konsep penghematan penggunaan air melalui pengaturan kondisi air di lahan,” katanya.
Selain itu ada metode AWD atau pengairan basah-kering yang merupakan pengairan dengan penggenangan air terputus. Dengan demikian, menurut Dedi, air yang ada harus efisiensi agar tidak terlalu banyak air yang terbuang. “Tidak kalah penting juga dengan menggunakan biocar. Biocarini dapat mengurangi keluarnya air, sehingga pada saat kemarau pun air tidak terbuang,” ungkapnya.
Perhatian OPT
Selain ketersediaan air, Dedi mengaku untuk antipasipasi El Nino juga diperlukan perhatian khusus pada aspek pengendalian OPT. Karena serangan OPT juga menjadi salah satu hal yang hadir dari dampak El Nino. “Alhamdulillah di Karawang karena irigasinya kelas 1-2, air tidak ada masalah. Namun masalah lain hadir yaitu pada serangan hama penyakit terutama wereng, tikus kemudian penggerek itu yang harus menjadi perhatian,” tuturnya.
Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut, Kementerian Pertanian dengan lembaga riset, perguruan tinggi dan sebagainya sudah mulai menghasilkan varietas unggul baru yang bisa mengatasi berbagai masalah tersebut. Seperti varietas yang toleran terhadap cekaman biotik atau mahluk hidup seperti berbagai macam OPT, dan abiotik yang toleran terhadap kekeringan, banjir maupun terhadap kandungan garam.
“Banyak sekali varietas yang sudah dihasilkan, mulai dari tahan terhadap garam atau air asin, tahan terhadap kekeringan ada varietas inpago, tahan terhadap rendaman ada Inpara. Jadi varietas-varietas itu sudah di kembangkan dan sekarang sudah mulai diimplementasikan,” jelasnya.
Karena itu untuk antisipasi El Nino, pada kesempatan tersebut Dedi mengajak semua pihak baik petani, penyuluh, Pemerintah Daerah untuk bersama-sama Kementerian Pertanian mengantisipasi dapak El Nino 2023 melalui program Gerakan Nasional Antisipasi El Nino.