Syarifuddin (tengah) menyerahkan plakat kepada mhs fak. pertanian USK selasai melaksanakan KKP.
TABLOIDSINARTANI.COM, Aceh Besar --- Kehadiran kebun Agrowisata buah Melon sangat menarik perhatian masyarakat di Aceh Besar. Selain telah dikunjungi Ibu Gubernur dan Kadistanbun Aceh, saat panen masyarakat berduyun - duyun datang membeli hanya untuk menikmati sensasi memetik langsung sambil berswafoto.
Siapa sangka lahan seluas 7 hektar di Gampong Lam Manyang, Kecamatan Peukan Bada, Aceh Besar ini disulap mantan kontraktor dari lahan bekas tsunami Aceh di tahun 2014 silam. Syafruddin alias Bangdin (55) memanfaatkan masa Pandemi Covid 19 membuka lahan dan membangun kebun wisata buah Melon.
Bangdin mengungkapkan ditengah masa Pandemi ini ia tidak meraup keuntungan sendiri lebih mendukung ekonomi masyarakat menengah ke bawah. Pasalnya saat panen pembeli datang langsung dan memetik buah Melon untuk dibawa pulang dengan harga Rp 10.000/kg. Bahkan bagi warga sekitar harganya diskon 50 persen, pengunjung boleh merasakan tester saat panen. Rata-rata produktivitas melon di kebunnya mencapai 25 ton/musim panen, dengan berat rata - rata dipertahankan 2 kg per buah. "Selain pembeli datang langsung saya juga pasarkan hingga ke Medan," ujarnya semangat.
Awalnya ia menggarap lahan hanya lima hektar dan terus berkembang menjadi tujuh hektar. Untuk mengembangkan usahanya tersebut ia rela merogoh koceknya lebih Rp 300 juta. Dia menyebutkan kehadiran milenial bukan hanya sebagai pekerja saja, tapi juga untuk mengadopsi teknologi budidaya sehingga kelak mereka mampu untuk menciptakan lapangan kerja sendiri.
Teknologi yang digunakan dalam budidaya melon di lahan lempung berpasir dengan jarak tanam 50 x 50 meter, sistem pengairan melalui pompanisasi. Selain menggunakan mulsa plastik hitam perak (MPHP) juga diaplikasikan pupuk NPK cair (cor), pemupukan dilakukan setiap 10 hari sekali berdasarkan kebutuhan. Sementara perawatan buah Melon dipertahankan hanya satu buah per batang.
Dikebunnya itu Syarifuddin melakukan penanaman secara bertahap. Saat tabloidsinartani.com datang umur tanaman melon di kebun baru 30 HST, dan diperkirakan satu bulan ke depan akan masuk masa panen.
Menurutnya, kebun melon selalu ramai didatangi pengunjung. Apalagi saat hari libur walau belum panen tapi ada saja pengunjung yang datang untuk berswafoto karena tidak dipungut tiket masuk.
Kedepan dirinya akan menerapkan pupuk organik Eco Farmyng atau sejenisnya sebagai pembanding. Jika hasilnya berbeda, maka pihaknya kemungkinan akan beralih ke pupuk organik. Alasannya untuk memelihara kesuburan tanah agar tetap lestari dan berkelanjutan.
Selain masyarakat umum yang datang belajar di kebunnya juga sering dijadikan sebagai ajang praktek dan penelitian mahasiswa. "Kami siap menerima jika ada masyarakat dan mahasiswa yang ingin bergabung baik untuk kerja praktek maupun melaksanakan penelitian," cetusnya.
Syarifuddin menjelaskan untuk mengelola kebun melon ia melibatkan 20 tenaga milenial. "Sementara untuk pemasaran hasil dibantu anaknya yang masih SMA, Muhammad Saufi dengan nomor WA. 085313112760, sedangkan saya hanya mengawasi saja. Kita berharap semoga Pandemi Covid 19 cepat tuntas... agar kita bisa kembali beraktifitas," tukasnya.
Belajar dari Yusri Melon
Syarifuddin alias Bangdin yang merupakan alumni Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh tahun 1984 ini merasa bangga karena bisa menggeluti usaha yang sesuai dengan bidangnya. "Saya beralih dari kontraktor dan menjadi petani karena sesuai dengan disiplin ilmu," sambungnya.
Suami dari Ir Cut Zainura MT dan ayah tiga anak kelahiran Sigli, 12 Desember 1966. Sejak usianya masih muda telah menjadi pemborong hingga akhirnya merasa jenuh dan berhenti. Pada akhir 2019 ia putuskan beralih profesi menjadi petani Melon.
"Sebelum menjadi petani, saya banyak belajar dengan Pak Yusri Melon alumni magang Jepang dari Pidie Jaya," akunya. Menurut dia kalau menanam Melon tidak cukup hanya membaca buku saja, tapi harus praktek dan terjun langsung di lapangan. Syarifuddin menamatkan pendidikan SMA Teuku Chik Ditiro 1984 dan SMP Negeri 1 di Sigli, sementara SDN 2 di Bireuen.
Sebelum menjadi kontraktor, ia pernah mengabdi di Dinas Perkebunan Aceh. Pada tahun 1993 terlibat langsung mengelola kebun hortikultura Ibrahim Hasan mantan gubernur Aceh.