TABLOIDSINARTANI.COM, Denpasar --- Peningkatan ekspor manggis dari Bali terhambat akibat produksi yang terganggu. Meskipun ada panen pada Oktober hingga Desember tahun 2023, buah-buah tersebut tidak dapat diekspor karena mengalami masalah kualitas, yang terpengaruh oleh kondisi memburuknya (bercak-bercak) akibat cuaca hujan yang berkepanjangan.
Ketua Asosiasi Manggis Bali, Jro Putu Tesan, mencatat bahwa ekspor manggis telah berhenti sejak Januari lalu dan telah berlangsung selama hampir enam bulan. Meskipun permintaan khususnya dari China tetap ada, namun tidak dapat dipenuhi karena tidak adanya pasokan dari luar daerah yang memadai untuk memenuhi pesanan ekspor, serta belum memasuki musim panen manggis.
Untuk mengatasi jeda ini, petani di Bali sedang beralih ke budidaya buah-buahan lain, terutama untuk memasok kebutuhan pasar lokal seperti pepaya yang saat ini memiliki hasil yang baik.
Selain itu, ada juga upaya untuk mengembangkan kegiatan pertanian dan perkebunan lainnya, seperti penelitian dan pengembangan pupuk organik, sebagai persiapan untuk masa depan yang lebih fokus pada pertanian organik.
Ketua Asosiasi Pelaku Usaha Hortikultura (Aspehorti) Bali, I Wayan Sugiartha, juga mengonfirmasi bahwa produksi manggis saat ini tidak tersedia di pasaran, baik untuk ekspor maupun untuk pasar lokal.
Dirinya mendorong pelaku bisnis hortikultura untuk lebih fokus pada produksi buah-buahan yang dapat diserap oleh pasar lokal, termasuk industri pariwisata.
"Dalam hal ini, kita perlu mengintensifkan bisnis pada buah-buahan yang dibutuhkan untuk konsumsi lokal, serta untuk mendukung industri pariwisata," ujar Sugiartha, yang berasal dari Blahkiauh, Kecamatan Abiansemal, Badung. Menurutnya, bergantung pada satu komoditas saja untuk pemenuhan kebutuhan tidaklah memungkinkan.
Sugiartha melihat adanya peluang dalam budidaya atau bisnis buah-buahan seperti semangka, melon, pepaya, nanas, dan buah-buahan lainnya, yang permintaannya rutin di Bali. Dia juga membagikan informasi mengenai harga-harga buah-buahan tersebut, seperti semangka seharga Rp10.000 perkilo, melon Rp15.000 perkilo, dan nanas Rp8.000 perkilo. Namun, ia mengakui bahwa harga pepaya menurun drastis menjadi Rp5.000 perkilo karena ketersediaannya yang melimpah.
Sugiartha juga mengajukan permintaan kepada pemerintah, terutama kepada Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, dan lembaga terkait, untuk memberikan perhatian lebih dalam hal ini.
"Khususnya dalam penyuluhan kepada petani mengenai pengetahuan tentang musim, karena pengetahuan ini sangat penting dalam menentukan cara penanganan dan pengendalian hama yang tepat," tambah Sugiartha.
Menurutnya, pemahaman yang lebih baik tentang perubahan musim dan dampaknya terhadap produksi akan membantu petani untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian mereka.