Sabtu, 19 April 2025


Tantangan Penyediaan GPS dan Pakan

15 Peb 2024, 10:48 WIBEditor : Yulianto

Ridho beternak Ayam sehat semi organik

Sementara itu Guru Besar Peternakan IPB University, Prof Muladno mengusulkan perlu dibangun integrator horizontal yang komponen utamanya adalah peternak rakyat, karena jumlahnya banyak dan memerlukan pendampingan. “Peternak rakyat ini tidak terkonsolidasi dengan baik. Jadi langkah pertama yang dilakukan adalah konsolidasi peternak rakyat,” katanya.

Meski caranya tidak mudah, Prof. Muladno menawarkan sebuah sistem yaitu Sekolah Peternak Rakyat (SPR) yang sudah berjalan 10 tahun dengan komoditi peternakan sapi. “Memang sulit tetapi bisa. Mengkonsolidasikan peternak memang gampang, dari mengkonsolidasikan pengusaha mandiri. Tetapi mudah-mudahan mereka paham arahnya seperti apa,” tuturnya.

Konsep SPR pada peternakan unggas yang ditawarkan Prof. Muladno mirip dengan sistem SPR sapi, tetapi ada penyesuaian tertentu. Point besar di SPR itu adalah perubahan mindset atau pola pikir peternak. Ini yang belum disentuh banyak pihak. Tetapi IPB University sudah melakukannya melalui SPR,” ungkapnya.

Muladno menjelaskan, dalam SPR point penting terdiri dari tiga unsur yakni perubahan karakter-perubahan pola pikir (45%), bisnis kolektif (30%) dan teknis budidaya (25%). IPB University sendiri akan melakukan SPR Ayam di Bogor, Jawa Barat. Kemudian dilanjutkan ke Jawa Tengah hingga Jawa Timur. “Minimal di pulau Jawa dulu. Ini bukan wacana, karena kita sudah mulai. Kita sudah datangi kandang-kandang peternak,” tuturnya.

Dengan terwujudnya integrator horizontal ini, Muladno berharap peternak bisa bersanding, bahkan bergandengan dengan integrator vertikal perusahaan unggas untuk ketahanan pangan protein hewani di dalam negeri. “Kami harapkan bukan saling bertanding, tetapi bersanding. Kami yakini itu bisa,” tegasnya.

Sementara itu, Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional, I Gusti Ketut Astawa juga mengingatkan tantangan terbesar peternakan unggas dalam negeri adalah bagaimana bangsa Indonesia bisa mandiri dalam menyediakan GPS dan pakan. Saat ini kebutuhan GPS dan pakan relatif masih mengimpor.

Masalah lain yang selama ini menyelimuti dunia perunggasan dalam negeri menurut Ketut, harga ayam hidup di peternak kerap fluktuatif. Namun di tingkat konsumsen harganya cenderung tinggi. “Ini yang harus kita cari solusinya,” ujarnya.

Karena itu Ketut mengajak perunggasan dalam negeri untuk membangun kebersamaan untuk mencapai kemandirian. “Kemandirian itu yang paling penting dalam memperkuat sistem perunggasan dalam negeri. Pemerintah memang bertanggung jawab dalam memperkuat sistem perunggasan di Indonesia,” tuturnya.

Untuk membangun kekuatan, Ketut mengatakan, perlu membangun satu sistem. Karena itu pihaknya mengajak untuk memperkuat data, baik data jagung untuk pakan maupun produksi ternak. “Jadi kalau ingin mempunyai sistem, kita harus membenahi semua. Artinya apakah kita mau terbuka atau tidak terkait dengan data, termasuk produksi,” tegasnya.

Dengan memperkuat data, Ketut berharap, pemerintah juga akan mudah membuat kebijakan. Saat ini diakui, pihaknya masih meraba, misalnya untuk memberikan bantuan kepada peternak. Dalam mengatasi dinamika yang kerap terjadi dalam ekosistem perunggasan nasional, Badan Pangan Nasional juga menawarkan skema closed loop dengan mengoptimalkan peran BUMN, khusus Berdikari. Skema ini tengah dirancang guna dapat mendukung stabilisasi pasokan dan harga unggas.

Reporter : Julian
Edisi Terakhir Sinar Tani
Copyright @ Tabloid Sinar Tani 2018