Dam parit menjadi tempat untuk panen air hujan | Sumber Foto:Dok. Sinta
TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta---Musim kemarau sudah di depan mata. Kondisi tersebut menjadi kendala bagi petani yang membudidayakan tanaman di lahan tadah hujan. Untuk itu, perlu ada upaya agar kegiatan usaha tani tetap berjalan saat musim kemarau. Salah satunya dengan memanen air hujan.
Berdasarkan prediksi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), sejumlah daerah akan mengalami musim kemarau lebih kering dari normalnya. Wilayah tersebut antara lain, Sumatra Utara, sebagaian Jawa Barat, Jawa Tengah bagian utara, sebagian Jawa Timur, sebagian Bali, sebagian Nusa Tenggara, sebagian Kalimantan, sebagian Sulawesi, dan Maluku.
Sebagai antisipasi ketersediaan air, Kementerian Pertanian menyiapkan langkah antisipasi puncak musim kemarau tahun 2022 yang akan berlangsung pada Agustus. Caranya mendorong memanen air hujan yang ditampung untuk memenuhi danau, waduk, embung, dan kolam retensi.
Selama ini pengelolaan air masih jauh dari yang diharapkan, sehingga air yang semestinya merupakan sehabat petani berubah menjadi penyebab bencana. Indikatornya, saat musim kemarau, ladang dan sawah sering kali kekeringan dan sebaliknya di musim penghujan, ladang dan sawah banyak yang terendam air.
Secara kuantitas, permasalahan air bagi pertanian, terutama di lahan kering adalah persoalan ketidaksesuaian distribusi air antara kebutuhan dan pasokan menurut waktu (temporal) dan tempat (spatial). Teknologi embung atau tandon air merupakan salah satu pilihan yang menjanjikan. Sebab, teknologinya sederhana, biayanya relatif murah dan dapat dijangkau kemampuan petani.
Embung atau tandon air merupakan waduk berukuran mikro di lahan pertanian (small farm reservoir) yang dibangun untuk menampung kelebihan air hujan di musim hujan. Air yang ditampung tersebut selanjutnya digunakan sebagai sumber irigasi suplementer untuk budidaya komoditas pertanian bernilai ekonomi tinggi (high added value crops) di musim kemarau atau saat curah hujan makin jarang.
Embung merupakan salah satu teknik pemanenan air (water harvesting) yang sangat sesuai di segala jenis agroekosistem. Di lahan rawa namanya pond berfungsi sebagai tempat penampungan air drainase saat kelebihan air di musim hujan dan sebagai sumber air irigasi pada musim kemarau.
Sementara pada ekosistem tadah hujan atau lahan kering dengan intensitas dan distribusi hujan yang tidak merata, embung dapat digunakan menahan kelebihan air dan menjadi sumber air irigasi pada musim kemarau. Secara operasional sebenarnya embung berfungsi mendistribusikan dan menjamin kontinuitas ketersediaan pasokan air untuk keperluan tanaman ataupun ternak di musim kemarau dan penghujan.
Untuk skala rumah tangga, masyarakat harus memulai dan terbiasa memanen air hujan dari sekarang, khususnya daerah yang memiliki curah hujan yang tinggi dengan menerapkan pola “TRAP” (Tampung dan manfaatkan, Resapkan ke tanah, Alirkan ke drainase, dan Pelihara masyarakat). Dengan cara itu, air hujan menjadi tidak terbuang.
Pada prinsipnya cara pemanenan air ini dengan mengalirkan hujan yang jatuh di permukaan atap melalui talang untuk ditampung ke dalam tangki penampung. Kemudian limpasan air yang keluar dari tangki penampung yang telah penuh disalurkan ke dalam sumur resapan.
Sistem konservasi air tanah melalui penampungan dan pemanfaatan air hujan ini, selain berguna memenuhi kebutuhan air untuk sanitasi, juga memiliki banyak manfaat. Diantaranya, mengurangi penggunaan air tanah dan mengurangi emisi, sehingga mengurangi dampak perubahan iklim dan pemanasan global. Bahkan merupakan tindakan preventif sebagai salah satu upaya mengatasi kekurangan air saat musim kemarau.
Jika mampu diolah dan dikelola dengan baik, air hujan tersebut akan memiliki manfaat terutama untuk tetap mengoptimalisasikan lahan pekarangan sebagai sumber pangan keluarga, sekaligus menjaga kerentanan rawan pangan.
Panen Air Hujan
Selama ini air hujan merupakan salah satu sumber daya alam yang belum termanfaatkan secara optimal. Bahkan hanya dibiarkan mengalir ke saluran-saluran drainase menuju ke sungai-sungai yang akhirnya mengalir ke laut. Padahal jika mampu diolah dan dikelola dengan baik, air hujan tersebut akan memiliki banyak manfaat bagi keberlangsungan hidup manusia, terutama untuk keberlangsungan penyediaan air bersih di masyarakat.
Air hujan sendiri dapat untuk memenuhi berbagai keperluan manusia antara lain untuk mandi, mencuci bahkan untuk air minum. Meskipun jumlah air di bumi ini sangat banyak, namun jumlah air bersih yang tersedia belum dapat memenuhi permintaan, sehingga banyak orang menderita kekurangan air.
Hal ini antara lain, karena naiknya permintaan seiring peningkatan populasi, tidak meratanya distribusi air, meningkatnya polusi air dan pemakaian air yang tidak efisien. Selain itu, juga diperburuk adanya kebocoran air akibat kerusakan home appliances yang tidak segera diperbaiki.
Faktor lainnya adalah pemakaian home appliances yang boros air, perilaku buruk dalam pemakaian air, dan minimnya pemanfaatan air hujan sebagai sumber air alternatif. Pemakaian air yang tidak terkontrol akan mengancam keberlanjutan air, sehingga perlu dilakukan konservasi air. Salah satu metode konservasi air dalam adalah memanen air hujan yaitu dengan mengumpulkan, menampung dan menyimpan air hujan.
Memanen air hujan merupakan alternatif sumber air yang sudah dipraktekkan selama berabad-abad di berbagai negara yang sering mengalami kekurangan air. Secara ekologis ada empat alasan mengapa memanen air hujan penting untuk konservasi air (Worm, Janette & Hattum, Tim van, 2006).
Pertama, peningkatan kebutuhan terhadap air yang berakibat meningkatnya pengambilan air bawah tanah, sehingga mengurangi cadangan air bawah tanah. Kedua, keberadaan air dari sumber air seperti danau, sungai, dan air bawah tanah sangat fluktuatif, sehingga dengan mengumpulkan dan menyimpan air hujan dapat menjadi solusi saat kualitas air permukaan, seperti air danau atau sungai, menjadi rendah selama musim hujan.
Ketiga, sumber air lain biasanya terletak jauh dari rumah atau komunitas pemakai. Karena itu, dengan cara mengumpulkan dan menyimpan air di dekat rumah akan meningkatkan akses terhadap persediaan air dan berdampak positif pada kesehatan. Bahkan memperkuat rasa kepemilikan pemakai terhadap sumber air alternatif ini.
Keempat, persediaan air dapat tercemar oleh kegiatan industri mupun limbah kegiatan manusia. Seperti masuknya mineral seperti arsenic, garam atau fluoride, sedangkan kualitas air hujan secara umum relatif baik.
Ada tiga komponen dasar yang harus ada dalam sistem pemanenan air hujan. Petama, catchment yaitu penangkap air hujan berupa permukaan atap. Kedua, delivery system, yaitu sistem penyaluran air hujan dari atap ke tempat penampungan melalui talang. Ketiga, storage reservoir, yaitu tempat penyimpan air hujan berupa tong, bak atau kolam.
Selain ketiga komponen dasar tersebut, dapat dilengkapi dengan komponen pendukung seperti pompa air untuk memompa air dari bak atau kolam penampung. Ada beberapa keuntungan memanen air hujan antara lain banjir berkurang, kekeringan berkurang, kesehatan, pertanian dan perikanan meningkat.
Air tanah juga terjaga, lingkungan sehat, alam terjaga, dan masyarakat sejahtera. Karena itu, diharapkan agar masyarakat bisa memanen dan mengelola air.