Ahmadi
Sidrap -- Diusia tuanya Ahmadi (65) masih harus terus berjuang dalam menjalani hidupnya dengan berkebun dengan lahan 15 are. Pria asal Labempa, Kecamatan Panca Lautang, Kabupaten Sidrap, Sulsel ini menjali kehidupannya tanpa istri dan anak serta hanya menumpang di atas tanah warga yang dijadikan sebagai kebun oleh pemiliknya.
Dengan penderitaan yang dihadapinya, Ahmadi tetap berusaha bertahan hidup dan bersabar dalam menghadapinya.
Rumah panggung berukuran 4 x 4 meter yang ditempati Ahmadi berdinding dari anyaman bambu, papan bekas, dan seng tua berkarat dan seolah tertutup tanaman pohon pisang dan tanaman lainnya yang tumbuh di sekitarnya.
Sekitar pukul 11.00 Wita, Reporter tabloidsinartani.com menyambangi Ahmadi yang saat itu sedang bersama kedua cucunya datang menjenguknya. Setiap hari hampir seluruh waktu Ahmadi dihabiskan hanya mengurus kebun yang digarapnya. "Setiap hari saya menghabiskan waktu untuk mengurus kebun pemilik tanah yang saya tempati," kata Ahmadi.
BACA JUGA:
Ahmadi yang baru saja membersihkan kebunnya masih terlihat keringat yang bercucuran diwajahnya dan masih terlihat kecapaian. "Saya sudah 22 tahun hidup sendiri dan berkebun tanpa istri dan anak, tapi dulu sekitar satu tahun yang lalu ada saudara yang menemani tetapi sekarang telah tiada karena meninggal jadi sya hanya hidup sendiri seperti ini,"ungkap Ahmadi.
Lebih lanjut, Ahmadi mengatakan bahwa "di kebun yang saya garap ini ditanami, pohon pisang, kelapa, belimbing, ubi kayu, daun kelor, belimbing, dan cermai dan hasilnya itulah yang bisa saya pakai makan," jelasnya.
Pada hari-hari biasanya sebelum beraktifitas di kebun, padi pagi hari Ahmadi hanya minum kopi dan sarapan dengan mi instan alasannya karena masaknya mudah, tetapi rutinitas itu tidak terlihat saat disambangi karena Ahmadi lagi puasa.
Meski hidup dalam keterbatasan, Ahmadi sudah terbiasa dengan kondisi tersebut apalagi tidak hanya dalam makanan, pria yang sudah 22 tahun berkebun dan hidup sendiri juga sudah terbiasa tinggal di rumah tanpa fasilitas.
Rumah panggung yang ditempati Ahmadi dikebunnya hanya berisi terpal di tempat tidurnya dan tidak ada Radio, Televisi, Toilet, dan kelengkapan mandi, cuci, kakus (MCK), Ahmadi setiap harinya hanya menumpang di rumah warga.
Sementara untuk kebutuhan air minum, Ahmadi ambil air di rumah warga biasa mengisi 2 ember penuh khusus untuk stok minumnya. "Kalau stok air minumnya habis, ya terpaksa minum air mentah,"urainya.
Ahmadi mengatakan: "Jika stok makanan sudah habis, saya makan apapun yang ada di kebun seperti pisang, pisang bisa direbus dan digoreng dan enak dimakan." terangnya.
Dengan tenaganya yang sudah mulai lemah, Ahmadi tidak bisa lagi bekerja keras karena kondisi kesehatannya sudah menurun, Ahmadi hanya bisa membersihkan rumput-rumput liar yang tumbuh di kebunnya.
Selama 22 tahun hidup sendiri, Ahmadi sudah pasrah dan mengaku tidak menginginkan apapun kecuali kesehatan dan keselamatan dalam menjalani sisa-sisa umurnya.
Ahmadi pun mengaku bahwa dirinya susah tidur di malam hari apabila hujan turun dengan deras, sebab banyak atap rumahnya yang berlubang sehingga air hujan masuk kedalam rumah panggungnya.
Waktu istirahat Ahmadi pun terganggu karena harus menampung air hujan agar tidak membanjiri rumah panggungnya dan esok harinya, dia berusaha sebisanya untuk memperbaiki atap yang bocor "tetap ada yang bocor karena atapnya sudah tua dan berkarat,"tandas Ahmadi.
===
Sahabat Setia SINAR TANI bisa berlangganan Tabloid SINAR TANI dengan KLIK: LANGGANAN TABLOID SINAR TANI. Atau versi elektronik (e-paper Tabloid Sinar Tani) dengan klik: myedisi.com/sinartani/