TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta---Mayoritas masyarakat Indonesia kini telah terperangkap dengan terigu sebagai substitusi beras (nasi). Padahal bangsa ini mempunyai potensi pangan lokal yang sangat besar. Bahkan pangan lokal tersebut jika diolah dengan kreatifitas tinggi akan mempunyai rasa global.
Sayangnya, kini mengonsumsi makanan non beras (pangan lokal) bagi masyarakat justru terkesan kampungan. Banyak yang tidak dipahami masyarakat. Bahkan mengklaim, cita rasa makanan lokal tidak berkelas dan tidak menarik.
Bahkan generasi milenial kini tidak mengenal berbagai macam cemilan talas, ganyong, sukun, kedelai, singkong, gadung, gembili, garut, iles-iles, dan sederet nama lain yang sudah tidak ada lagi di buku pelajaran. Namun ini bukan sepenuhnya kesalahan mereka.
Di tengah serbuan pangan berbahan baku impor, bersyukur masih ada kalangan milenial yang tertarik mengembangkan pangan lokal. Salah satunya, Muhammad Irgi Fathoni. Mahasiswa dari Politeknik Negeri Media Kreatif Jakarta ini membuat sorgum liwet.
Produknya tersebut bahkan mendapat penghargaan juara 1 dalam Lomba Kreasi Pangan Lokal Nusantara (KPLN) 2021 yang diselenggarakan Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian.
“Saya memilih sorgum sebenarnya sudah jauh jauh hari idenya. Kebetulan dari panitia menyiapkan pilihan menu olahan pangan, akhirnya saya memilih sorgum,” kata pemuda yang tinggal di Kampung Sugu Tamu RT 03 RW 021 Kota Depok ini.
Salah satu alasan Irgi memilih sorgum sebagai produk pangan yang diolah menjadi liwet adalah produk pangan tersebut masih belum banyak diketahui masyarakat. Biasanya sorgum hanya dibuat nasi atau bubur dan semacamnya. Tanaman tersebut banyak dibudidayakan masyarakat di NTT.
“Saya coba modifikasi dengan kearifan lokal itu yakni liwetan sorgum dengan tetap memadukan rasa dan ciri khas liwet agar bisa diterima masyarakat,” ujarnya.
Kenapa sorgum Liwet? “Saya berharap agar diterima masyarakat. Saya ingin masyarakat mengetahui bahwa sorgum adalah makanan yang enak,” katanya seraya mengakui, sorgum memang belum dikenal masyarakat luas. Karena itu dirinya menciptakan menu dengan nama Kalung With Woku Sauce, Sorgum Liwet, and Mix Vegetable.
Dalam menu sorgum liwet, Irgi menambah gizinya yakni sumber protein dengan membuat kakap gulung (kalung). Kakap yang digunakan adalah kakap putih yang difillet. Kemudian, kakap tersebut marinasi dan diberikan tumisan sayuran, selanjutnya digulung dan diberikan tepung panir jagung.
Untuk membuat menu dari pangan lokal tersebut Irgi mengakui, memang sangat sulit. Bahkan setelah lima kali mencoba baru berhasil. “Saya ingin kedepannya dapat membangkitkan sorgum. Sorgum kan aslinya dari Jawa, tapi sudah mulai punah dan kini banyak di NTT. Saya ingin sorgum tidak hanya dikenal disana saja (NTT,red), tapi juga di Jakarta dan Depok,” tutur Irgi yang kini kuliah semester 3.
Satu rencana Irgi, ke depan dirinya akan menjadikan sorgum sebagai bahan membuat skripsi. “Saya ingin meneliti sorgum dari segi tanam hingga panennya sampai menjadi makanan yang enak, cantik dan nikmat,” katanya. Sukses buat Irgi.