Jamur Tiram Putih di desa
TABLOIDSINARTANI.COM, Malang --- Anda penyuka jamur tiram putih? Banyak masyarakat di antara kita di manapun berada bisa memfavoritkan satu jenis sumber protein ini. Gurih, kenyal dan berbeda sensasi rasanya. Bagi keluarga yang sangat ingin variasi sumber protein bagi menu makannya, apalagi di saat pandemi, tentu jamur tiram putih bisa menjadi satu menu yang istimewa. Bahkan menjadi ladang bisnis baru di pedesaan.
Jauh dari pusat ibu kota Negara, tepatnya di Dusun Kalitelo, Desa Kaliasri Kecamatan Kalipare, seorang perempuan muda petani jamur tiram putih dalam 4 tahun terakhir ini tidak kenal lelah dan survive di masa pandemi sekalipun. Namanya Tri Wulandari, seorang yang optimis dan semangat bahwa jamur tiram putih bisa menjadi satu komoditas yang istimewa.
“Saya dan suami merintis usaha ini dari tahun 2018. Alhamdulillah hingga saat ini bisa dibilang cukup lancar. Di awal pandemi memang berdampak, namun kita adaptasi dengan memperluas pasar kita. Setidaknya kebutuhan pasar yang bisa kita penuhi 500 kg jamur per hari, baik jamur tiram putih dan sebagian kecilnya jamur kuping. Kita juga melayani penjualan baglognya," Wulan panggilan akrabnya menjelaskan dengan fasih.
Ada trend di masyarakat, dengan adanya pandemi, adalah dengan lebih memperhatikan menu makan yang dikonsumsi. Penyediaan aneka jenis protein, baik dari protein unggas, protein ikan laut dan bahkan yang relatif akhir-akhir ini menjadi pilihan adalah jamur tiram putih.
Jamur tiram putih dipilih karena bisa meningkatkan daya tahan tubuh, menurunkan kolesterol, membantu kesehatan jantung, sumber vitamin B3, kaya antioksidan dan meningkatkan kolagen. Dari satu fungsi saja misalnya yakni dapat meningkatkan kolagen, dimana kolagen berperan dalam meningkatkan sirkulasi peredaran darah dan produksi sel darah merah.
Selama 4 tahun usaha jamur, merintis dari nol mulai dari mencari konsumen, menjaring pasar, menjaga kualitas produk dan terus berkembang. Asetnya sudah cukup lumayan, rak jamur kapasitas 25 ribu baglog, tempat inkubasi kapasitas 5 ribu baglog, mobil, motor dan omzet bisa Rp 15 juta per bulan.
Wulan kini menjadi pribadi yang ingin terus belajar dan berinteraksi dengan masyarakat yang lebih luas. Terakhir, Wulan ingin lebih intensif bergerak dan menjadi yang terbaik.
“Saya justru ingin tantangan baru dari usaha jamur ini. Entah itu volume usaha yang kian berkembang, mungkin kemitraan, mungkin membuat satu produk olahannya juga. Inginnya terus maju. Cukup banyak yang usaha sejenis di Desa Kaliasri, namun mereka semua adalah teman dan sudah seperti keluarga. Persaingan jelas ada, namun kita justru terpacu untuk memiliki produk yang terbaik," Wulan mengakhiri penjelasannya.
Koordinator BPP Kalipare H. Paidi, SP, ketika memberikan respon terhadap makin munculnya petani milenial dengan berbagai latar belakang usaha, menyampaikan dan optimis bahwa pertanian, milenial dan desa adalah harapan dan sumber kekuatan baru.
“Saya senang dengan bermunculannya petani muda kita di Kalipare. Selama ini terdata dan perlahan kita bisa angkat mereka ke permukaan. Mbak Wulan, masih 27 tahun, bisa menangkap peluang dan survive di tengah hantaman pandemi. Ini bisa menghibur kita dari berbagai berita yang seperti mengganggu kenyamanan kita. Apalagi kalau berita tersebut bersifat hoax. Hal positif seperti ini harus terus diangkat, digandakan dan kalau perlu dilipatgandakan," terang Koordinator yang akrab dipanggil Pak Haji.
Di hari ulang tahun kemerdekaan RI ke 76 ini, kiranya kita harus terus optimis, semangat dan bangkit. Berdikari, berdiri di atas kaki sendiri. Salam Kemerdekaan dari petani milenial kita.