Jumat, 19 April 2024


Dulang Ekspor Pembesaran Sidat

13 Jul 2020, 13:39 WIBEditor : Indarto

Pembesaran sidat | Sumber Foto:Dok. Humas DJPB

Indonesia merupakan peringkat 10 dunia sebagai negara pengekspor sidat dengan kualitas terbaik. Sidat yang diekspor pun dipatok dengan harga paling mahal di dunia.

 


TABLOIDSINARTANI.COM, Banyuwangi--- Komoditas sidat yang masih mengandalkan dari alam memiliki potensi ekonomi luar biasa. Melimpahnya jumlah benih sidat di muara sungai pesisir selatan pulau Jawa, bahkan hingga ke Sulawesi, dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi budidaya dan nilai ekspor.

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengatakan, Indonesia merupakan peringkat 10 dunia sebagai negara pengekspor sidat dengan kualitas terbaik. Sidat yang diekspor pun dipatok dengan harga paling mahal di dunia.


" Saat ini, untuk budidaya sidat baru pada tahap  pembesaran  dengan benih yang masih mengandalkan hasil tangkapan di alam.  Namun sedang diupayakan untuk dapat dilakukan pembenihannya," kata Menteri Edhy, saat mengunjungi lokasi budidaya sidat di Desa Bomo Kecamatan Blimbingsari, Banyuwangi, di Banyuwangi, Senin (13/7).

Menteri Edhy berharap, perusahaan dengan segmen usaha pembesaran sidat hendaknya dapat melibatkan seluruh elemen masyarakat dalam usaha pembesaran sidat. Perusahaan (swast dapat mengimplementasikan kemitraan model inti plasma, dengan perusahaan sebagai intinya.

Menurut Menteri Edhy,  Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) komitmen untuk mencarikan solusi terhadap permasalahan yang timbul seperti perizinan dan pemasaran. “Kesulitan yang ada akan kami coba jembatani dan dicarikan solusi bersama pemerintah daerah dan elemen masyarakat lain untuk peningkatan produktivitas budidaya sidat ini," kata Edhy.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto mengatakan, siap  mendorong pengembangan budidaya  sidat di kawasan potensial. Lantaran benihnya masih mengandalkan dari alam, pembesaran sidat perlu dilakukan pengelolaan secara bertanggung jawab, untuk menjaga keberlangsungan habitat sidat tetap lestari.

Menurut Slamet, untuk menjaga kelestarian dan keberlangsungan populasi sidat, pemerintah telah mengatur dalam Peraturan Menteri Kementerian Kelautan dan Perikanan RI No 19 tahun 2012 mengenai larangan pengeluaran benih sidat dari wilayah Indonesia. Sesuai Permen tersebut, benih sidat ukuran kurang dari atau sama dengan 150 gr per ekor dilarang diekspor.

“ Perlu dijalin kesepakatan antara pemerintah pusat, daerah, pelaku usaha, nelayan, pembudidaya, peneliti, akademisi serta pemerhati lingkungan untuk membangun komitmen pengelolaan sidat di Indonesia yang bertanggung jawab dan lestari,"  kata Slamet.

Slamet menilai, penggunaan alat tangkap ramah lingkungan, serta penggunaan benih untuk budidaya dengan ukuran sesuai ketentuan turut menjadi faktor penunjang keberhasilan usaha budidaya berkelanjutan. " Sidat selama siklus hidupnya berperan sebagai ikan air tawar yakni mulai dari fase glass eel, elver hingga dewasa. Kemudian menjadi ikan laut saat akan memijah hingga stadia telur.  Setelah memijah, ikan dewasanya akan mati," papar Slamet.

Lokasi pemijahan Anguilla bicolor, lanjut Slamet, dekat perairan lepas palung Mentawai Sumatera. Sedangkan Anguilla marmorata di bagian barat Pasifik Utara. Sebaran elver di Pelabuhan Ratu dan Cilacap, pantai selatan Jawa, di sepanjang tahun.

" Puncaknya pada Desember – Februari dengan komposisi terbanyak jenis Anguilla bicolor  dan sedikit Anguilla marmorata," ujarnya.


Bermitra Produksi 100 Ton/Tahun

Head of Aquaculture JAPFA Group, Ardi Budiono menyatakan,  pihaknya telah melakukan kemitraan dengan beberapa pengusaha lokal untuk dapat membesarkan benih sidat dari ukuran glass eel sampai menjadi elver atau proses Shirasu jika menggunakan istilah dari perusahaan.

" Proses ini memakan waktu kurang lebih 4-5 bulan hingga benih mencapai ukuran 2-3 gram," ujarnya.

Ardi mengatakan, setelah mencapai ukuran 2-3 gram per ekor, benih sidat ditampung hasilnya di perusahaan untuk dapat  dibesarkan hingga mencapai ukuran panen, yakni 250 gram per ekor. Proses selanjutnya adalah dikirimkan ke pabrik pengolahan, untuk dijadikan produk olahan siap santap.

Selain proses produksi yang terintegrasi, lanjut  Ardi,  perusahaan juga menerapkan protokol yang ketat pada setiap proses produksi, apalagi di tengah kondisi wabah covid-19 yang masih mélanda dunia.

Menurut Ardi, JAPFA Group berhasil memproduksi rata – rata lebih dari 100 ton sidat per tahun, atau 380 ton sidat dalam kurun waktu 3 tahun terakhir. Total nilai ekspor pada tahun 2019 mencapai Rp 437 milar. Pada Januari -Juni tahun 2020 total nilai ekspor sidat mencapai Rp 216 miliar. Data sementara KKP menyebutkan, hasil produksi sidat pada tahun 2019 mencapai 515.18 ton atau meningkat  59 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. 

Reporter : Dimas
BERITA TERKAIT
Edisi Terakhir Sinar Tani
Copyright @ Tabloid Sinar Tani 2018