Sayur Hidroponik
TABLOIDSINARTANI.COM, Temanggung --- Banyak pelaku usaha pangan organik dapat menghasilkan produk pangan organik dengan kualitas yang sangat bagus. Namun demikian usahanya tetap kandas ditengah jalan, karena produk pangan organik yang dihasilkan tidak dapat menembus pasar, alias tidak laku dijual.
Yang pertama harus dipahami adalah, membuka mindset pelaku usaha bahwa, beragribisnis pangan organik harus berorientasi kepada konsumen atau pasar. Konsumenlah yang men “drive” produk yang harus dihasilkan petani.
Sehingga pangan organik yang dihasilkan benar-benar merupakan kebutuhan konsumen atau pasar. Apabila telah terjadi interaksi produsen memenuhi kebutuhan konsumen, biasanya harga tidak menjadi masalah. Sekarang masalahnya, siapakan konsumen potensial pasar pangan organik itu?
Guru besar UKSW Salatiga, Prof. Dr. Ir. Soni Heru Priyanto, MM, menjawab pertanyaan tersebut melalui orasi yang dilakukan secara daring “Dari terpaksa menjadi terbiasa, Prospek Agribisnis Berkelanjutan”. pada acara “Lesehan bersama Gubernur Jawa Tengah”.
Dalam pertemuan yang diikuti 180 pserta offline dan skitar 260 peserta on line/daring ini, Prof. Sony menjelaskan bahwa, dahulu konsumsi produk organik dilakukan secara terpaksa karena belum menjadi kebutuhan. Namun saat ini, di beberapa negara termasuk Indonesia, permintaan produk organik terus meningkat. Kedepan akan terus berkembang.
Lebih jauh Prof. Soni mengatakan bahwa sosok konsumen pangan organik di teliti dalam 6 determinan, yaitu,: pendidikan, umur, status pekerjaan,pedapatan, jenis permintaan dan deskripsi produk yang diminta.
Pada tingkat pendidikan, 80% konsumen berpendidikan universitas, 10?rpendidikan menengah atas dan sisanya berpendidikan menengah pertama dan sekolah dasar.
Untuk kelompok umur, 40 % konsumen berumur 50 th atau lebih, 36 % berusia 35 -50 th, 16 % usia 25 -34 th dan hanya 8 % yang usia 0 sampai 24 th.
Dalam hal status pekerjaan, 40 % konsumen adalah para pensiunan, 36 % pekerja aktif, 12 % ibu rumah tangga, para pekerja paruh waktu dan mahasiswa sama besar, masing-masing 4 %.
Sedangkan dari sisi pendapatan, 72 % konsumen berpendapatan menengah, 20 % konsumen berpendapatan rendah dan 8 % sisanya konsumen berpendapatan tinggi.
Tipe pangan organik yang di terima, 92 % menghendaki pangan semi organik, 8 % menghendaki pangan organik murni
Produk pangan organik yang bagaimana, secara garis besar dapat di konstruksikan sebagai berikut : sehat, bebas kimia, alami, bergizi tinggi, ramah lingkungan, bebas rekayasa genetik, bersertifikat, ranya enak, produk segar dan berkualitas tinggi.
Kepada para para pelaku usaha pangan organik, Prof Soni menganjurkan untuk senantiasa berupaya dalam beberapa hal.
Pertama, penguatan branding. pelaku usaha jangan ragu untuk memberi merek sebagai identitas produk. Juga harus di tetapkan branding untuk produk tersebut. Dari hari ke hari terus diupayakan agar branding produk semakin kuat, semakin masuk dalam ingatan konsumen.
Kerja sama pemasaran, membuka jaringan kerjasama pemasaran sangat penting pada era perdagangan bebas sekarang. Makin luas jaringan kerja sama makin besar peluang untuk memasarkan produk
Secara professional pelaku usaha juga harus mempersiapkan sarana dan prasarana pertanian dan prosesiing organik.
Yang terakhir disarankan agar pelaku usaha memanfaatkan teknologi informasi untuk memperbesar skala perdagangan melalui bisnis on line. Tentu ini akan membutuhkan tambahan sarana dan prasarana. Tetapi apabila keuntungan yang akan didapat layak, maka hal ini dapat di lakukan.