TABLOIDSINARTANI.COM, Deli Serdang --- Menjawab tantangan iklim dalam dunia pertanian, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), PTPN I Regional I, dan LPP Agro Nusantara berkolaborasi menggelar Sekolah Lapang Iklim (SLI) Operasional Tahun 2024 di Kebun Sei Semayang, Deli Serdang.
Mengangkat tema “Penguatan Edukasi Iklim untuk Produksi Edamame di Kabupaten Deli Serdang,” acara ini dihadiri sekitar 50 peserta dari berbagai kelompok tani, organisasi masyarakat, dan perusahaan setempat.
Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Dr. Ardhasena Sopaheluwakan, menekankan pentingnya pemahaman perubahan iklim dalam mendukung ketahanan pangan nasional. “Perubahan iklim saat ini memengaruhi kualitas dan kuantitas produksi pertanian secara langsung. Cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi menjadi ancaman serius bagi ketahanan pangan kita,” jelas Dr. Ardhasena dalam sambutannya.
Ia juga menegaskan pentingnya sinergi antara BMKG, penyuluh, dan petani untuk bersama-sama menghadapi tantangan ini.
Acara yang berlangsung selama sehari ini dimulai dengan kegiatan panen edamame bersama di Kebun Sei Semayang. Selain petani, turut hadir perwakilan dari Yayasan BITRA Indonesia, Proklim DLHK, PT Mitratani 27, dan karyawan kebun.
> alt="" width="300" height="200" />
Melalui kegiatan ini, para peserta diharapkan dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru untuk mengadaptasi praktik pertanian mereka terhadap perubahan iklim.
Dr. Ardhasena juga menguraikan berbagai inovasi yang diterapkan untuk mengembangkan pertanian cerdas iklim, salah satunya melalui penggunaan teknologi Augmented Reality (AR).
“Dengan AR, para peserta dapat melakukan simulasi pembelajaran dalam lingkungan tiga dimensi yang mendekati kondisi nyata, tanpa perlu datang langsung ke lapangan atau membawa alat peraga. Ini akan memudahkan proses belajar dan mempercepat pemahaman,” kata Dr. Ardhasena.
Selain itu, SLI juga memperkenalkan teknologi Climate Smart Technology for Climate Field School (KIMONO-CSA), sebuah aplikasi yang dapat diakses melalui ponsel pintar. Aplikasi ini memungkinkan petani dan pengamat pertanian untuk memonitor kondisi iklim serta perkembangan tanaman di lapangan secara langsung.
> alt="" width="300" height="200" />
“Dengan aplikasi ini, petani bisa mencatat data iklim harian dan menyusun rencana aksi pertanian yang lebih akurat sesuai prediksi cuaca,” tambahnya.
Di beberapa wilayah lain, seperti Jawa Barat dan Sulawesi Tenggara, aplikasi berbasis Android ini sudah mulai digunakan dan memberikan dampak positif pada perencanaan musim tanam.
Sementara itu Direktur PT Mitratani 27, Tumbas Ginting, yang hadir dalam acara ini, mengungkapkan potensi edamame sebagai komoditas ekspor. “Edamame memiliki permintaan yang tinggi di pasar Jepang, dan produksinya bisa mencapai 8,5 ton per hektare dalam 70 hari,” ujar Tumbas.
Komoditas yang awalnya dikembangkan di Jember ini kini mendapat perhatian khusus di Sumatera Utara, yang dulunya terkenal dengan kualitas tembakaunya untuk pasar Eropa.
> alt="" width="300" height="200" />
Menurut Tumbas, kerjasama dengan BMKG dan LPP Agro Nusantara dalam pemanfaatan data iklim sangat membantu meningkatkan produktivitas edamame. “Kami menargetkan produksi edamame di Kebun Sei Semayang bisa mencapai 11 ton per hektare. Dengan adanya edukasi iklim, kami optimistis bisa memenuhi permintaan ekspor ke Jepang dengan kualitas terbaik,” paparnya.
Dalam kegiatan panen edamame bersama, hadir pula beberapa pejabat daerah seperti Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Provinsi Sumatera Utara yang diwakili oleh Sekretaris H. Jueni, SP, MM.
Kehadiran para pejabat ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mendukung pengembangan komoditas pertanian berbasis iklim di Sumatera Utara.
SLI di Kebun Sei Semayang ini menjadi langkah penting dalam mengintegrasikan teknologi dan inovasi iklim dalam praktik pertanian, sehingga para petani tidak hanya siap menghadapi perubahan iklim, namun juga mampu meningkatkan hasil produksi secara berkelanjutan.
“ Dengan pendidikan iklim yang tepat, kami yakin para petani dapat menyesuaikan kegiatan mereka terhadap pola cuaca, meminimalkan risiko, dan menjaga ketahanan pangan daerah. Kami berharap ini dapat menjadi contoh bagi daerah-daerah lain” ujar Dr. Ardhasena.
Melalui kegiatan SLI ini, Sumatera Utara terus bergerak menuju masa depan pertanian yang lebih tangguh dan adaptif terhadap perubahan iklim. Kolaborasi lintas sektor seperti ini diharapkan dapat menginspirasi lebih banyak pihak untuk terlibat dalam pembangunan pertanian berbasis sains dan teknologi di Indonesia.