Selasa, 15 Juli 2025


Anggur Lokal Tembus Rp 100 Ribu/Kg, Petani Pangandaran Sulap Kebun Jadi Destinasi Wisata Hits

11 Jun 2025, 09:33 WIBEditor : Nattasya

Anggur lokal asal Pangandaran kini tembus Rp 100 ribu/kg! Di balik manisnya, ada kisah petani cerdas yang menyulap kebun jadi agroeduwisata hits dan diserbu wisatawan dari berbagai daerah.

TABLOIDSINARTANI.COM, Pangandaran -- Anggur lokal asal Pangandaran kini tembus Rp 100 ribu/kg! Di balik manisnya, ada kisah petani cerdas yang menyulap kebun jadi agroeduwisata hits dan diserbu wisatawan dari berbagai daerah.

Siapa sangka di balik hawa panas dataran rendah dan gemuruh ombak Pantai Pangandaran, tersembunyi manisnya ladang-ladang anggur lokal yang memikat lidah dan memukau mata.

Ya, anggur bukan lagi buah eksklusif dari negeri seberang. Di Desa Ciganjeng, Kecamatan Padaherang, Kabupaten Pangandaran, petani-petani tangguh kini sukses mengubah pekarangan jadi ladang emas ungu dan hijau, bahkan menjelma menjadi destinasi wisata edukatif yang hits dan fotogenik.

Harga anggur hasil panen mereka? Siap-siap terpukau. Bisa mencapai Rp100.000 per kilogram, dan tetap ludes diburu wisatawan yang ingin mencicipi langsung dari pohonnya.

“Yang bikin mahal itu pengalaman dan rasa manisnya yang beda,” ujar Tahmo Cahyono, Ketua Kelompok Tani Taruna Tani Mekar Bayu, sembari tersenyum bangga.

Kelompok tani yang beranggotakan 385 petani ini dulunya fokus pada padi. Namun sejak 2020, melihat peluang dari tren konsumsi buah segar dan meningkatnya pendapatan masyarakat, mereka mulai melirik budidaya anggur.

“Awalnya coba-coba. Ternyata bisa tumbuh bagus walau di dataran rendah,” kata Tahmo.

Di lahan-lahan rumah kaca sederhana berdinding plastik UV dan bertiang bambu, tumbuh subur lebih dari 10 varietas anggur antara lain, Sansekerta, Portugis Dream, Jupiter, Ghospi, Black Jumbo, hingga Cihaurbeuti.

Warna dan bentuknya beragam—mulai dari hijau bulat, hijau panjang, merah bulat, merah panjang, hingga hitam panjang yang konon paling manis.

Anggur lokal ini memiliki kadar air rendah, cocok untuk dijadikan "anggur kering" yang digemari konsumen.

“Kami perbanyak bibit dari stek pohon induk, ditanam di polibag isi campuran tanah, pupuk kandang, kompos jerami, dan sekam,” jelas Tahmo.

Ramah Lingkungan

Dalam pengelolaan lahannya, para petani tidak hanya memikirkan hasil, tetapi juga kelestarian lingkungan.

Mereka menggunakan pupuk organik seperti kompos jerami, pupuk kandang, humus bambu, dan arang sekam. Pupuk cair organik pun dibuat dari fermentasi urin kelinci, sebuah solusi unik dan hemat biaya.

Meski begitu, pupuk kimia masih digunakan dalam takaran terbatas. “Cuma 30 gram NPK dilarutkan dalam 20 liter air, cukup untuk 4 pohon,” terang Tahmo.

Kabupaten Pangandaran yang memiliki curah hujan tahunan sekitar 2.250 mm sebenarnya masuk dalam zona peralihan antara daerah kering dan basah.

Meski kelembaban tinggi bukan kondisi ideal bagi anggur, namun petani mampu menyiasati dengan rumah kaca dan pengairan manual dari irigasi kecil menggunakan selang.

Mereka juga menggunakan anyaman bambu sebagai sandaran rambat, yang terletak sekitar 1,5 meter di bawah atap plastik UV.

Teknologi sederhana ini terbukti efektif menekan serangan penyakit akibat hujan langsung.

Serangan hama seperti embun tepung dan kutu kebul tetap ada, tetapi dikendalikan dengan pendekatan ramah lingkungan.

Pestisida nabati dari bawang putih dan buah maja menjadi andalan, sementara pestisida kimia hanya digunakan bila benar-benar diperlukan.

Produktivitas Mencengangkan

Tahmo sendiri memiliki empat unit rumah kaca dengan ukuran beragam. Dalam satu hektare lahan, dengan pola tanam 2,5 x 2,5 meter, populasi anggur bisa mencapai 1.600 pohon.

Setiap pohon bisa menghasilkan 7–10 kilogram buah per musim panen. Artinya, produktivitas mencapai 11–16 ton per hektare.

Khusus varietas Jupiter, dengan pengelolaan intensif, produktivitasnya bisa menembus 30–40 kg per pohon. Itu berarti 48–64 ton per hektare, angka yang mencengangkan bahkan untuk ukuran kebun profesional!

Di sisi lain, Produksi anggur nasional memang belum mampu memenuhi permintaan pasar domestik.

Berdasarkan data Kementerian Pertanian, pada tahun 2022 produksi anggur nasional hanya mencapai 13.515 ton.

Angka ini jauh tertinggal dibandingkan dengan angka impor yang menembus lebih dari 100.000 ton per tahun, atau setara lebih dari 300 juta dolar Amerika Serikat. Fakta ini menjadi motivasi besar bagi petani lokal untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas.

Agroeduwisata

Namun, bukan hanya buah yang dijual Tahmo dan kawan-kawan. Mereka menjual pengalaman: belajar budidaya anggur, memetik sendiri buah ranum dari pohonnya, lalu menikmatinya langsung di bawah rimbunnya dedaunan.

“Banyak pelajar, mahasiswa, hingga wisatawan asing datang. Mereka suka karena bisa langsung belajar dan bawa pulang buah hasil petikan sendiri,” ujar Tahmo.

Kombinasi antara edukasi, rekreasi, dan panen menjadi nilai tambah luar biasa. Harga Rp100.000 per kilogram tidak jadi penghalang, justru jadi daya tarik. Wisatawan merasa harga tersebut sepadan dengan pengalaman dan rasa manis anggur lokal.

Jalan Panjang, Manis Hasilnya

Kisah Taruna Tani Mekar Bayu adalah bukti bahwa dengan ketekunan dan inovasi, petani lokal bisa naik kelas.

Mereka tak hanya menjadi produsen, tapi juga menjadi penggerak ekonomi daerah dan pelestari budaya agraris.

Ketika para wisatawan tersenyum sambil memegang tandan anggur ranum, di situlah kerja keras para petani terasa begitu manis.

Ketika anak-anak sekolah memegang gunting panen dan belajar stek tanaman, di sanalah benih masa depan ditanam.

Dan ketika sebuah kebun kecil di Desa Ciganjeng mampu menggoyang dominasi anggur impor, itu bukan hanya kemenangan kelompok tani. 

Reporter : D. Nursyamsi, I. Sariati, dan A. Susilawati
BERITA TERKAIT
Edisi Terakhir Sinar Tani
Copyright @ Tabloid Sinar Tani 2018