TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta---Tantangan pangan global kini kian besar. Bukan hanya pangaruh pandemi Covid-19, tapi juga perang Rusia-Ukraina menjadi problem tersendiri. Bahkan kini beberapa negara mulai mengurangi ekspor pangan guna memenuhi kebutuhan dalam negerinya. Bagaimana peran pelaku usaha perbenihan dan perbibitan?
Kondisi tersebut mendapat sorotan tajam dalam Webinar Mewujudkan Kemandirian Perbenihan dan Perbibitan yang diselenggarakan Masyarakat Perbenihan dan Pembibitan Indonesia (MPPI) bersama Tabloid Sinar Tani di Jakarta, Kamis (28/7).
Bahkan Ketua Umum MPPI, Herman Khaeron melihat, pangan kini menjadi masalah, bukan hanya Indonesia tapi juga global. Bahkan bangsa Indonesia mempunyai pengalaman buruk dalam persoalan pangan. “Karena itu kita harus mampu meningkatkan produksi pada posisi aman. Artinya, produksi bukan hanya break event atau impas,” katanya.
Herman melihat, tantangan produksi pangan akhir-akhir ini diperparah dengan adanya pandemi Covid-19 dan perang konvesional Rusia-Ukraina. Kondisi tersebut sangat berpengaruh terhadap pangan dunia dan energi, bahkan multiflier efek sangat besar.
Bahkan kini harga beberapa komoditas pangan, bukan hanya yang sifatnya primer tapu juga sekunder, mengalami kenaikan. Parahnya lagi, kenaikkan harga pangan tersebut lebih tinggi dari hasil produksi petani. “Meski harga beras stabil tinggi Rp 11.800/kg, namun tidak mampu memberikan kesejahteraan kepada petani pangan,” ujarnya.
Tantangan lainnya adalah kenaikan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 1,4 persen pertahun akan meningkatkan kebutuhan pangan. Berdasarkan laporan skor ketahanan pangan global, Indonesia mendapat nilai 59,2. Indonesia berada diperingkat 69 dari 110 negara. “Posisi ini sudah dalam batasan kritis, padahal jumlah penduduk tidak bisa dihentikan,” katanya.
Karena itu, Herman mengingatkan, perlu dipikirkan cara peningkatan produksi pangan dengan membuat roadmap yang jelas. Khusus perbenihan dan perbibitan, anggota DPR RI Komisi VI ini menilai, perannya sangat mendasar. Dengan potensi sumberdaya alam yang melimpah, Herman yakin Indonesia mampu survive dalam pangan, baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi.
“Jadi benih dan bibit harus ditempatkan pada tingkat yang mulia. Pemulia juga harus ditempatkan pada posisi yang tinggi,” ujarnya. Bahkan, Herman mengingatkan pentingnya membangun perbenihan lokal dan jangan dinasionalisasikan.
Untuk mengatasi krisis pangan, Herman mengatakan, pemerintah harus kembali mendorong diversiifkasi pangan dengan meningkatkan kapasitas produksi pangan lokal. Saat ini ia melihat, banyak pangan lokal yang mulai langka. “Dulu mudah didapat, tapi kini sulit, bahkan harganya mahal. Pengembangan benih juga harus sesuai spesifik lokal,” katanya.
“Saat ini saya merasakan autopilot. Pengusaha benih jalan sendiri, breeder dan jalan sendiri. Petani dengan kemampuan dan insiatifnya membuat benih sendiri. Kalau situasi ini terus terjadi tidak baik,” tambah Herman.
Stabil, tapi mengkhawatirkan
Guru Besar Universitas Soedirman, Prof. Suwarto mengatakan, produksi beras global dunia saat ini cukup stabil, begitu juga Indonesia juga stabil sejak 2019-2021. Kondisi stabil ini justru mengkhawatirkan karena pertambahan penduduk makin tinggi. Padahal di sisi lain, lahan subur kian berkurang dan terjadi pelandaian produktivitas padi.
Beberapa negara juga mulai membatasi ekspor pangan. Misalnya, gula ada 8 negara yang mengurangi ekspor, gandum 8 negara dan pupuk 5 negara. Karena itu mantan Rektor Universitas Soedirman itu berharap perlu ada upaya ektensifikasi lahan marginal dan terobosan dalam pembibitan padi. “Harus ada benih yang produktivitas lebih tinggi dari sekarang,” katanya.
Bagi Suwarto, kedaulatan benih menjadi suatu cita-cita yang sangat mulia. Untuk padi diakui, tidak masalah. Namun untuk kedelai memang masih sulit, karena masa simpan benihnya hanya 3 bulan, sehingga menjadi kendala dalam upaya swasembada.
Karena itu Kepala Laboratorium Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Jenderla Sudirman menyambut baik upaya revitalisasi sistem perbenihan nasional dan daerah, serta pengembangan 1.000 desa berdaulat benih. “Kunci keberhasilan sektor pertanian adalah adanya ionvasi baru berbagai lini yakni, varietas unggul dan benih unggul. Kalau kita tidak mampu berinovasi akan tertinggal,” tuturnya.
M. Jafar Hafsah, Dewan Pembina MPPI juga melihat , faktor utama produksi pertanian adalah benih/bibit. Untuk itu ia meminta peran MPPI dalam menghasilan bibit/benih unggul sangat besar.
Nah, bagi Sahabat Sinar Tani yang akan mendapatkan materi webinar MPPI dan e sertifikat bisa mengunduh link di bawah ini.
Link Materi : Klik Disini
Link e Sertifikat : Klik Disini
Link SINTA TV :