Senin, 28 April 2025


Tidak Patuhi Pengurangan DOC, Integrator bakal Kena Tegur

14 Okt 2020, 15:55 WIBEditor : Yulianto

Pemerintah akan menegur integator yang tidak mematihi surat edaran

TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta---Harga ayam hidup di pasaran yang tak kunjung stabil membuat kalangan peternak meradang. Bahkan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) telah mengeluarkan tiga kali surat kepada pelaku usaha, khususnya integrator.

Direktur Perbibitan Ditjen PKH, Sugiono mengatakan, pemerintah sudah sangat serius mengatasi persoalan yang kini dialami peternak.  Namun masalahnya adalah berapa pun jumlah cutting HE pasti ada saja alasan dari breeder. “Isunya adalah ketidakpatuhan pelaku usaha,” katanya saat Konfrensi Pers Transparansi dan Pengawasan Pengaturan Supply Demand Livebird yang diselenggarakan PATAKA di Jakarta, Selasa (13/10).

Sugiono mengungkapkan, pemerintah menargetkan dengan SE Ditjen PKH ada pengurangan 65 juta butir. Untuk maksud tersebut ada empat langkah yang pemerintah lakukan.

Pertama, afkir dini PS (parent stock) umur di atas 50 minggu. Untuk afkir PS Pulau Jawa (tindak lanjut SE), telah dilakukan afkir dini PS betina sebanyak 2.671.607 ekor atau 65,86 persen dari target 4.056.646 ekor. Sedangkan jantan 246.225 ekor atau 71,41 persen dari target 344.814 ekor. Diperkirakan berkontribusi untuk mengurangi produksi DOC FS Boiler sebanyak 66.790.175 ekor.

Sementara afkir PS luar Pulau Jawa (tindak lanjut SE). Saat ini telah dilakukan afkir dini PS betina sebanyak 729.480 ekor (72,95 persen) dari target 1.000.000 ekor. Untuk jantan 66.165 ekor (75,12 persen) dari target 3.956 ekor. Diperkirakan berkontribusi untuk mengurangi produksi DOC FS Boiler sebanyak 18.237.000 ekor.

Kedua, tunda setting (CSR). Pengurangan setting  HE untuk kegiatan CSR  sebanyak  6.600.115 butir atau 88 persen dari  target 7,5  juta butir. Hingga kini sebanyak 23 perusahaan sudah mencapai 100 persen kegiatan CSR dari target. Sedangkan sebanyak 15  perusahaan   masih di bawah 100 persen dan pada saat ini sedang  melaksanakan  CSR.  Beberapa perusahaan  sudah  melaksanakan CSR, namun belum menyampaikan berita acara.

Ketiga, cutting HE. Data Ditjen PKH, cutting HE bulan Agustus 2020 telah terealisasi sebanyak 12.470.669 butir atau 89,1 persen dari target 14.000.000 butir. Cutting HE bulan September 2020 telah terealisasi sebanyak 44.805.638 butir atau 67,97persen dari target 65.919.523 butir.

Keempat, serapan livebird. Serapan livebird bulan Agustus 2020 telah terealisasi sebanyak 41.662.104 ekor atau 60,17 persen dari target 25.068.367 ekor. sedangkan serapan livebird September 2020 telah terealisasi sebanyak 45.176.072 ekor atau 46,4 persen dari target 97.394.029 ekor.

Bagi pelaku usaha yang tidak patuh, Sugiono menyatakan, pemerintah memastikan akan memberikan teguran. Bahkan untuk memantau pelaksanaan SE Ditjen PKH, pihaknya bersama Satgas Pangan juga turun ke lapangan.

“Pemerintah ingin memastikan bahwa kondisi peternak ayam kondusif. Di satu sisi peternak mandiri tetap hidup. Di sisi lain, integrator juga jangan sampai mati,” katanya.

Satgas Siap Turun Tangan

Sementara itu Kasubdit 2 Bareskrim Mabes Polri Helfi Assegaf mewakili Kepala Satgas Pangan mengakui, fakta yang disampaikan kalangan peternak mandiri memang ada. Pemerintah juga cukup serius mengatasi persoalan yang dialami peternak hingga kemudian menerbitkan tiga SE Ditjen PKH. “Memang persoalannya implementasi yang dilakukan breeder,” ujarnya.

Diakui, dari hasil pantauan di daerah Bogor dan Sukabumi memang ada yang sudah melaksanakan dan selesai, tapi ada juga yang belum sesuai. Beberapa persoalan kemunginan karena laporan belum masuk semua. Karena itu Helfi mengusulkan agar ada aplikasi untuk laporan dari breeder kepada pemerintah. Laporan tersebut dibuat secara periodik.

Helfi juga mengusulan beberapa hal. Pertama, dalam proses pengawasan harus saling mengawasi implemtasi SE.  Misalnya, peternak mandiri bisa menjadi bagian dalam tim pengawasan tersebut. hal ini agar tidak menimbulkan prasangka negatif. Kedua,  pemerintah melalui Kementerian Perdagangan menetapkan HPP DOC. Penetapannya bisa didiskusikan agar tidak menimbulkan masalah.

Ketiga, masalah sangsi kepada para breeder. Untuk itu sangsi yang pemerintah berikan harus dilaporkan secara terbuka (transparan),  sehingga semua pelaku usaha mengetahui dan tidak ada persepsi yang bukan-bukan. Keempat, perlu ada regulasi yang tegas, khususnya sangsi kepada pelaku usaha yang tidak mentaati peraturan pemerintah.

 

Reporter : Julian
BERITA TERKAIT
Edisi Terakhir Sinar Tani
Copyright @ Tabloid Sinar Tani 2018