Jaringan irigasi yang mengering akibat kemarau panjang | Sumber Foto:DoK. Sinta
TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta---Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediki puncak kekeringan akan terjadi di Agustus-September. Untuk mengantisipasi kekeringan panjang tersebut, Kementerian Pertanian telah menyiapkan strategi agar produksi pangan tak melorot.
Direktur Irigasi Pertanian, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian, Rahmanto dalam webinar “Siaga Dini Hadapi Perubahan Iklim, Ketersediaan Sarana Produksi Pertanian” yang diselenggarakan Tabloid Sinar Tani, mengatakan saat ini Indonesia tengah bersiap menghadapi El Nino 2023.
Setidaknya ada dua strategi mengantisipasi dampak El Nino bagi sektor pertanian. Pertama, pengamanan standing crop atau mengamankan pertanaman padi yang masih ada agar tetap tumbuh subur hingga panen melalui penyediaan sumber air alternatif. Kedua, mendorong petani melakukan budidaya hemat air hingga penambahan lahan produksi baru yang memiliki sumber air seperti kawasan rawa.
Jika melihat kondisi pertanaman padi saat ini, Rahmanto mengungkapkan, terdapat lebih dari 730.000 ha sawah yang telah ditanami masih pada fase perkembangan vegetatif 1 dan 2, sehingga masih sangat membutuhkan air irigasi. Pertanaman ini berada di sebagian besar di Jawa, Sulawesi dan Sumatera yang sangat beresiko.mengalami kekeringan hingga gagal panen.
“Ini perlu dilakukan langkah strategis dalam mengamankan standing crop untuk menjaga tetap dapat dilakukan panen hingga musim tanam berakhir,” katanya. Kementerian Pertanian pun memberikan bantuan sarana produksi (saprodi) dan alat mesin pertanian (alsintan) untuk mengantisipasi anjloknya produksi pangan nasional.
“Salah satu upaya yang kami lakukan adalah merehabilitasi jaringan irigasi tersier karena akan meningkatkan ketersediaan air. Jadi, air yang sudah disediakan Kementerian PUPR dibendung di waduk atau di embung, dapat dipastikan bisa mengalir ke sawah,” kata Rahmanto.
Daerah Irigasi
Sementara itu untuk menangani kekeringan di daerah beririgasi, Rahmanto mengatakan, dilakukan dengan memanfaatkan sumber-sumber air yang masih tersedia melalui pompanisasi. Tak hanya itu, di daerah irigasi juga dilakukan pengawalan ketat pelaksanaan pembagian air dan gilir giring air irigasi yang berasal dari waduk maupun bendung.
“Untuk meningkatkan ketersediaan air irigasi, dapat memanfaatkan sumber-sumber air yang masih tersedia melalui pompanisasi, irigasi air tanah dan normalisasi saluran. Kita juga bisa manfaatkan potensi sumber air permukaan sebagai air irigasi, baik di daerah irigasi maupun daerah non irigasi,” ungkap Rahmanto.
Sedangkan daerah non irigasi, Rahmanto mengatakan, petani bisa memanfaatkan irigasi air tanah, pompanisasi air permukaan, pemanfaatan embung dan bangunan konservasi air lainnya. “Kita juga gencarkan pembangunan dan rehabilitasi infrastruktur tata air. Diantaranya, irigasi air tanah, infrastruktur tata air permukaan, embung dan bangunan konservasi air lainnya,” ujarnya.
Kementerian Pertanian sejak tahun 2020-2022 telah membangun 2.177 unit irigasi perpompaan. Dengan estimasi luas layanan per unit 20 ha, luas oncoran atau yang dapat diairi saat musim kemarau mencapai 43.540 ha.
Pembangunan irigasi perpipaan sejak 2020-2022 telah dibangun sebanyak 439 unit, sedangkan pengembangan embung dalam empat tahun terakhir (2020-2023) mencapai 1.531 unit. Dengan estimasi luas layanan 25 ha/unit, akan mampu memberikan dampak pertanaman seluas 38.275 ha.
Pada tahun 2023 ini disiapkan 18 unit irigasi perpipaan, 500 unit pembangunan embung pertanian (membram/plastic), 220 unit rehabilitasi embung pertanian, 59 unit irigasi perpompaan dan 1.107 unit rehabilitasi jaringan irigasi tersier untuk mengantisipasi musim kemarau.
Menghadapi El Nino, Kementerian Pertanian menggelar Gernas El Nino. Baca halaman selanjutnya.