Tya, milenial yang terjun ke dunia jamur
TABLOIDSINARTANI.COM, Sleman---Potensi bisnis budidaya jamur memang menjanjikan. Tren perubahan pola konsumsi masyarakat di era pandemi covid-19 membuat permintaan kian menjamur.
Peningkatan permintaan pasar jamur dimasa pandemi juga diaminkan petani jamur milenial asal Bantul-Yogyakarta, Listya Minarti. Lulusan Ilmu Biologi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) ini mengaku akhir-akhir ini kewalahan menghadapi permintaan konsumen jamur.
“Permintaannya itu sampai 200 kg sehari, sementara saya hanya mampu nyiapin sekitar 90 kg, memang banyak banget permintaannya,” katanya. Karena itu, Tya berencana mengedukasi ibu-ibu rumah tangga untuk budidaya jamur di rumah, karena bisa panen setiap saat. “Semoga Kementan bisa membantu membangun rak jamur dari baja ringan,” tambahnya.
Ratijo pemilik restoran jamur dan agrowisata Je Jamuran yang berlokasi di Sleman-Yogyakarta, patut ditiru oleh anak muda. “Apapun yang dikerjakan dengan hati, akan terasa nikmat. Jika kita ingin sukses dalam bekerja, maka kita harus mencintai pekerjaan itu. Sama halnya dengan berwirausaha, apapun jenis usahanya kalau kita mencintai maka semua akan terasa nyaman dan bahagia,” kata Ratijo.
Sebelum membangun rumah produksi dan restoran jamur, dulunya Ratijo seorang karyawan sebuah perusahaan pengelolaan jamur di Dieng-Jawa Tengah. Karena ingin usaha mandiri, pada tahun 90an, Ratijo memberanikan diri mundur dari tempat kerjanya dan merintis usaha jamur bersama istrinya.
Ia mengakui, awalnya memang berat, tapi kemudian dirinya berfikir jika menjadi karyawan terus, maka tidak bisa menikmati kehidupan yang lebih baik, apalagi membahagiakan banyak orang. “Sejak saat itu saya memutuskan untuk membangun usaha ini. Istri saya juga sangat mendukung, dan saya rasa dia ahlinya meracik bumbu,” ungkap Ratijo.
Pemilik usaha Je Jamuran itu juga tak menampik di era 90an saat ingin belajar budidaya jamur sangatlah sulit. Bukan hanya akses transportasi, tapi juga informasi tidak semudah saat ini.
Ratijo bercerita, dirinya pernah berkunjung ke salah satu tempat produksi untuk menambah ilmu, tapi ternyta tidak dibolehkan melihat cara budidayanya. Akhirnya Ratijo hanya melihat tempatnya, terus kembali ke rumah.
“Sejak itu saya berjanji jika nanti sukses saya ingin membagi semua ilmu budidaya jamur. Saya percaya, semakin banyak membagi ilmu maka semakin banyak rezeki,” katanya.
Jamur kini ditempatkan sebagai salah satu pangan alternatif yang digemari. Tak ayal di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Jogjakarta dan Makassar menjamur restoran berbahan baku jamur. Jamur ini juga banyak diolah menjadi berbagai varian masakan aneka jamur, keripik jamur, dan lain-lain.
Dirjen Hortikultura, Prihasto Setyanto mengatakan, tingkat konsumsi jamur Indonesia meningkat di tengah pandemi covid-19 ini. Jamur ini potensi bisnis baru, apalagi kini banyak generasi muda yang melek dengan budidaya jamur.
“Permintaan pasar banyak, karena jamur itu mengandung unsur protein yang tinggi. Jadi memang sangat pas menjadi menu konsumsi untuk meningkatkan asupan gizi ditengah pandemi ini,” katanya.
Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Kementan Tommy Nugraha juga tak menampik jika trend bisnis jamur ini akan semakin di gemari anak-anak milenial, apalagi potensi ekspornya cukup bagus. "Pokoknya saya jempol dua kalau ada anak muda yang memilih budidaya jamur, ini baru namanya out of the box, karena saya yakin sekali ini potensi pasarnya sangat bagus," ujarnya.