TABLOIDSINARTANI.COM, Cibubur – Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) kembali menggelar Seminar Nasional Outlook Bisnis Peternakan 2024 dengan tema yang sangat relevan: "Program Makan Bergizi Gratis (MBG): Angin Segar Bagi Industri Peternakan?". Acara yang berlangsung di Hotel Avenzel, Cibubur, Rabu (20/11), ini mengundang berbagai pakar, pelaku industri, dan pemerintah untuk membahas potensi dampak program MBG terhadap dinamika bisnis peternakan Indonesia.
Program MBG, salah satu unggulan presiden terpilih 2024, dirancang untuk meningkatkan akses gizi masyarakat dengan menyediakan makanan bergizi gratis bagi anak-anak sekolah, ibu hamil, ibu menyusui, dan balita.
Deputi Bidang Sistem dan Tata Kelola Badan Gizi Nasional, Tigor Pangaribuan, memaparkan bahwa program ini akan mencakup 82 juta penerima manfaat hingga 2027.
“Pada Januari 2025, 937 dapur MBG akan mulai beroperasi, melayani 3 juta orang setiap hari. Hal ini akan menciptakan lonjakan kebutuhan protein hewani, seperti daging ayam dan telur,” ujarnya.
Program MBG diharapkan membawa manfaat besar di berbagai bidang. Dalam sektor gizi, program ini bertujuan meningkatkan akses makanan sehat dan pola makan masyarakat.
Di bidang pendidikan, MBG diharapkan mendorong peningkatan prestasi siswa dan menekan angka putus sekolah. Sementara itu, secara ekonomi, program ini menjadi peluang bagi petani lokal, UMKM, dan peternak rakyat untuk berkembang melalui peningkatan permintaan bahan pangan lokal.
Pada kesempatan yang sama Ketua Umum Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU), Achmad Dawami, optimistis program MBG akan berdampak positif pada konsumsi protein hewani nasional. Pada 2025, konsumsi daging ayam diproyeksikan mencapai 13,21 kg per kapita, dan konsumsi telur 21,88 kg per kapita.
Namun, ia menekankan pentingnya penataan kebijakan untuk memastikan peternak rakyat dapat bersaing di pasar.
Senada, Wakil Ketua Umum Pinsar Indonesia, Hidayatur Rahman, menggarisbawahi tantangan yang dihadapi peternak ayam rakyat mandiri, seperti oversupply di pasar dan lemahnya penegakan regulasi. “Program MBG adalah peluang emas untuk memperbaiki struktur pasar dan mendorong pertumbuhan peternak kecil,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT), Desianto B. Utomo, memproyeksikan stabilitas harga bahan pakan pada awal 2025. Namun, deflasi yang terjadi sejak pertengahan 2024 telah menurunkan daya beli masyarakat, sehingga permintaan terhadap ayam, telur, dan pakan ternak ikut melemah.
Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi Kerbau Indonesia (PPSKI), Nanang Purus Subendro, berharap daging sapi juga dapat menjadi bagian dari program MBG. Ia menyoroti tantangan peternak sapi, seperti produksi sapi perah yang menurun pasca wabah PMK dan berkurangnya akses pembiayaan dari bank.
Di sisi lain, Ketua Umum ASOHI, Drh. Irawati Fari, memprediksi kebangkitan industri obat hewan pada 2025. “Program MBG akan meningkatkan kebutuhan protein hewani, sehingga industri peternakan diperkirakan tumbuh 5-10%. Industri obat hewan bahkan berpotensi tumbuh hingga 15%, dengan peluang ekspor yang semakin besar,” jelasnya.
Program MBG tidak hanya menjadi solusi atas persoalan stunting dan kemiskinan, tetapi juga menawarkan masa depan cerah bagi industri peternakan. Dengan sinergi antara pemerintah dan pelaku usaha, MBG dapat menjadi pendorong ekonomi pedesaan yang berkelanjutan.
Dukungan terhadap peternak rakyat, penguatan kebijakan, dan keberpihakan pada bahan pangan lokal menjadi kunci sukses program ini. Seminar ini memberikan harapan bahwa sektor peternakan Indonesia siap menyambut masa depan yang lebih baik, seiring terwujudnya masyarakat sehat dan sejahtera.