TABLOIDSINARTANI.COM, Semarang --- Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini mengumumkan kebijakan besar yang menjadi sorotan. Pemerintah akan mengimpor satu juta ekor sapi perah secara bertahap selama lima tahun ke depan sebagai bagian dari program minum susu gratis.
Langkah ini bertujuan untuk mendorong swasembada susu dan mengurangi ketergantungan pada impor susu yang selama ini menyuplai sebagian besar kebutuhan nasional.
Kebijakan ini disambut baik oleh pelaku usaha peternakan, terutama di Jawa Tengah, yang dikenal sebagai salah satu provinsi penghasil susu segar terbesar di Indonesia.
Namun, ketimpangan antara pasokan susu lokal dan kebutuhan nasional masih menjadi masalah. Saat ini, sekitar 80% kebutuhan susu Indonesia masih dipenuhi dari impor, sementara peternak lokal hanya mampu menyediakan 20% sisanya.
Ir. Ignasius Hariyanta Nugraha, M.Si., Plt. Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Jawa Tengah, menyatakan bahwa kebijakan impor sapi perah ini dapat menjadi solusi untuk menutupi kekurangan pasokan susu.
“Dengan kebijakan ini, kami optimistis dalam lima tahun ke depan, Indonesia bisa mencapai swasembada susu dan mengurangi ketergantungan pada impor,” ujarnya.
Meskipun Jawa Tengah menempati peringkat ketiga sebagai penghasil susu segar nasional, data menunjukkan adanya penurunan produksi susu segar dalam tiga tahun terakhir. Pada 2021, produksi susu di provinsi ini mencapai 104.421,95 ton, namun turun menjadi 92.176,20 ton pada 2022, dan kembali menurun menjadi 89.545,90 ton pada 2023, dengan penurunan rata-rata sekitar 5% per tahun.
Penurunan ini seiring dengan tren penurunan produksi susu segar secara nasional, yang juga dipengaruhi oleh wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) pada 2022.
PMK memberikan dampak signifikan terhadap populasi sapi perah di Jawa Tengah, yang turun dari 142.513 ekor pada 2021 menjadi 95.153 ekor pada 2023. “Kematian akibat PMK hanya sekitar 5%, namun kepanikan menyebabkan banyak peternak menjual sapi sehat mereka dengan harga murah untuk dipotong,” jelas Hariyanta.
Namun, meski dampaknya cukup besar, sektor peternakan sapi perah di Jawa Tengah perlahan pulih. Salah satu contohnya adalah Koperasi Serba Usaha (KSU) Ngudi Luhur di Salatiga. Ir. Heri Harsa, peternak sekaligus pengurus koperasi, mengatakan bahwa produksi susu dari anggota koperasi kini kembali normal.
“Trauma akibat PMK sudah mereda. Produksi dan kualitas susu kami stabil, bahkan tidak ada penolakan dari industri pengolah susu (IPS) seperti yang sempat terjadi di Boyolali,” kata Heri.
Boyolali sempat menjadi perhatian nasional, ketika para peternak melakukan aksi demonstrasi dengan membuang susu di jalan raya sebagai protes terhadap IPS yang menolak membeli susu mereka. IPS mengklaim sedang melakukan perawatan mesin, namun isu pembatasan pembelian susu karena stok impor yang melimpah menjadi sorotan.
Namun, pemerintah turun tangan dengan cepat. Menteri Pertanian mengunjungi Boyolali pada 11 November 2024 dan meminta IPS untuk kembali membeli susu dari peternak lokal, dengan ancaman pencabutan izin impor bagi yang melanggar. Pada 14 November 2024, kesepakatan serapan susu ditandatangani antara koperasi dan IPS, yang meredakan ketegangan tersebut.
Menurut Hariyanta, masa depan peternakan sapi perah di Jawa Tengah cukup cerah, asalkan peternak terus fokus pada tiga faktor utama: breeding (pemuliaan), feeding (pemberian pakan), dan management (manajemen peternakan).
"Pemuliaan di Jawa Tengah sudah sangat baik. Banyak peternak kini menggunakan inseminasi buatan (AI) atau membeli bibit sapi AI bersertifikat. Namun, tantangan terbesar ada pada pemberian pakan, karena harga pakan terus naik," jelasnya.
Meskipun begitu, Hariyanta mengapresiasi peningkatan produktivitas sapi perah di Jawa Tengah. Banyak peternak kini mampu menghasilkan 20-25 liter susu per ekor per hari, dan jika hal ini terus terjaga, Jawa Tengah dapat memberikan kontribusi besar bagi swasembada susu nasional.