Pemerintah Baru mendatang mempunyai PR cukup berat di sektor pertanian.
Persoalan lain yang menjadi PR pemerintah baru adalah penurunan tingkat penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian. Kondisi ini menjadi hal yang cukup memprihatinkan mengingat ketahanan pangan nasional yang bertumpu pada sektor ini.
Hasil Sensus Pertanian BPS tahun 2013 menunjukkan rendahnya proporsi petani berusia di bawah 35 tahun di Indonesia, yaitu sebesar 12,9%. Sedangkan Sensus Pertanian 2023, jumlah petani milenial tercatat sebanyak 16,78 juta orang. Untuk petani milenial berumur 19–39 tahun, baik menggunakan maupun tidak menggunakan teknologi digital, ada sebanyak 6,18 juta orang atau 21,93 persen dari total petani di Indonesia
Penurunan angka penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa belum banyak generasi muda yang masuk dalam sektor pertanian menggantikan kelompok tenaga kerja sebelumnya. Tenaga kerja di sektor pertanian kerap menghadapi berbagai permasalahan seperti rendahnya produktivitas, daya beli, dan rendahnya tingkat kesejahteraan. Hal ini menyebabkan kurangnya minat generasi muda untuk bekerja di sektor pertanian.
Jika permasalahan sumberdaya manusia tidak segera diselesaikan, maka akan terjadi permasalahan yang serius di dunia pertanian, terutama petani saat ini didominasi kelompok umur tua dan berpendidikan rendah. Dampaknya kapasitas untuk menerapkan teknologi juga rendah. Artinya, terdapat hubungan yang nyata antara pendidikan dan produktivitas pertanian.
Karena itu, Pertanian Indonesia perlu menjadi pelopor perubahan teknologi, intensifikasi berkelanjutan, berkontribusi pada ketangguhan atau resiliensi sistem pangan pertanian berkelanjutan. Buku Putih HA IPB juga menyarankan adanya reforma sistem inovasi pertanian, digitalisasi, R&D, penyuluhan, pendampingan petani, praktik budidaya baik (GAP) dan dukungan input seperti benih, pupuk dan irigasi.
Peningkatan produktivitas pertanian harus diiringi dengan pengembangan agroindustri. Baca selanjutanya.