Senin, 14 Oktober 2024


Tantangan Berat Pertanian di Tahun Politik

03 Jan 2024, 15:38 WIBEditor : Yulianto

Presiden Jokowi ditemani Mentan, Amran Sulaiman saat melihat kegiatan tanam di Banyumas | Sumber Foto:Humas Kementan

TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta---Pembangunan pertanian masih menghadapi tantangan berat di tengah kebutuhan pangan yang terus meningkat. Di sisi lain, Pemerintah Jokowi sudah mencanangkan Indonesia menjadi lumbung pangan dunia pada tahun 2045. Nah, semua itu harus dapat dijawab oleh pemerintah baru yang akan terpilih nantinya.

Pertanian menjadi salah satu sektor yang tetap eksis di tengah pandemi Covid-19. Namun di tengah tangguhnya sektor tersebut, justru tantangannya kian berat. Bukan hanya masalah makin tergerusnya lahan pertanian (konversi) ke peruntukan lain, seperti perumahan dan jalan tol, pertanian juga menghadapi tantangan perubahan iklim, melandainya produkvitas tanaman dan tantangan lainnya.

Dalam Buku Putih Gagasan Himpunan Alumni IPB bahawa perubahan iklim berkontribusi terhadap meningkatnya serangan hama dan penyakit menjadi tantangan produksi tanaman pangan saat ini dan masa depan. Misalnya, serangan wereng coklat tahun 2012-2019 rata-rata mencapai 72.550 ha/tahun dan penyakit blas 55.000 ha/tahun, sehingga menyebabkan kerugian hasil sebesar Rp 2,43 triliun/tahun

Pengakuan makin beratnya tantangan pertanian diungkapkan Dirjen Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian, Suwandi saat Food dan Agriculture Summit III di IPB International Convention Center, Bogor selama dua hari (Senin-Selasa, 18-19/12). “Sektor pertanian Indonesia masih mengalami tantangan besar, terutama dari sektor alih fungsi lahan yang masif saat ini dan kepemilikan lahan petani yang sempit di bawah 0,5 hektar. Ini persoalan klasik,” katanya.

Namun Suwandi menegaskan, pemeirntah sudah berupaya melindungi lahan pertanian dengan UU No. 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Kemudian ada 4 Peraturan Pemerintah, 1 Perpres dan dukungan Perda Provinsi dan Kabupatan. ”Mengapa masih saja terjadi alih fungsi lahan? Karena itu kita memperkuat implementasi UU tersebut,” katanya.

Guna mempertahankan lahan pertanian, pemerintah juga berupaya membangun lahan di luar Pulau Jawa. Ada peluang pembukaan sawah baru di lahan kering, tadah hujan dan lahan rawa di luar Pulau Jawa. ”Jika kita bisa membuka 1 hektar saja, ini menjadi luar biasa. Bahkan perlu menjadi agenda besar pemerintahan mendatang,” katanya.

Kemudian diakui, lahan petani yang sempit. Hasil Sensus Pertanian BPS tahun 2023, jumlah petani berlahan sempit di bawah 0,5 hektar mencapai 66 persen. Jumlah ini naik dibandingkan angka Sensus Pertanian 2013 yang mencapai 55 persen. ”Solusinya kalau di Jawa dengan UU Perlindungan Lahan pertanian, tapi untuk luar Jawa harus ada menajemen rekayasa kelembagaan, sehingga mencapai keekonomian,” ujarnya.

Tantangan selanjutnya adalah perubahan iklim yang membuat kondisi cuaca sulit ditebak dan semua serba tiba-tiba. Untuk itu, perlu earling warning system, mitigasi dan adaptasi, bahkan kolaborasi karena pertanian tidak bisa jalan sendiri. ”Selain itu masalah keseimbangan antara sentra dan non sentra. Untuk non sentra, saya minta pengembangan diversifikasi dan tidak bertumpu pada beras,” katanya.

Regenerasi petani menurut Suwandi juga menjadi tantangan pertanian dimasa mendatang. Solusinya adalah dengan prinsif memberdayakan petani agar mendapat perlindungan dari kegiatan persaingan yang tak sehat yang menyebabkan petani tak berdaya. ”Posisi tawar petani juga lemah, sehingga pemerintah mendorong petani mandiri,” katanya.

Banyak tantangan lainnya. Baca selanjutnya.

Reporter : Echa
BERITA TERKAIT
Edisi Terakhir Sinar Tani
Copyright @ Tabloid Sinar Tani 2018