Rabu, 14 Mei 2025


Kuliner dan Wisata Rohani di Aceh yang Berkarakter

01 Jul 2020, 15:28 WIB

Restoran di Aceh

Oleh Dr Memed Gunawan

 

 TABLOIDSINARTANI.COM - Mengapa kuliner Aceh terasa berbeda? Tidak hanya masakannya dan bumbunya, bahkan ada yang mengatakan sayurnya pakai sedikit daun ganja. Itu dianggap   syah-syah saja sebagai salah satu  bumbu masakan.

 Tetapi bisnis restoran di sini sangat berbeda dengan di daerah  lain. Kepercayaan dan Kejujuran! Satu lagi, tak terlupakan.

Di Bu Si Itek Bireuen, sebuah resto atau tepatnya warung makan, adalah pengalaman kami yang tak akan terlupakan. Makanan dengan segera terhidang. Masakan bebek dengan berbagai jenis ikutannya, ditambah pesanan lain dari luar resto seperti Sate Padang atau Ayam Tangkap.

Ayam Tangkap yang berupa ayam goreng kampung yang ditambah dengan daun kari, daun pandan, bawang dan cabai yang digoreng bersama-sama dengan ayam merupakan makanan khas Aceh yang banyak digemari. Bahkan menjadi ikon untuk masakan berbahan ayam.

Jangan kaget. Saat adzan Isya bergema, tak ada seorang pun dari pegawai resto itu ada di sana. Semua pergi ke masjid untuk sholat. Kalau mau curang, orang bisa pulang tanpa membayar, toh kasir sudah tak ada lagi di sana.

“Tanggung jawabnya nanti sama Allah,” kata pak Mauli yang terus mendampingi selama di Banda Aceh. Inilah bisnis berdasar atas kepercayaan dan kejujuran, dan semuanya mematuhi aturan tanpa harus ada pengawasan.

Pola yang sama akan ditemukan di restoran lain, tentu dengan kadar kepercayaan yang berbeda. Sebagian masih didampingi oleh kasir, yang membuat pengunjung lebih fleksibel apabila akan meninggalkan resto segera.

 

Kehidupan Beragama

Masyarakat Aceh hampir seluruhnya beragama Islam, hanya beberapa persen beragama selain Islam. Di tengah hutan masjid yang memenuhi kota, masih ada satu-dua gereja berdiri, tetapi kesibukan beragama selain Islam tidak terlihat pada hari Minggu sekalipun.

 Hukum Syariah diterapkan dengan ketat, semua wanita berkewajiban menggunakan kerudung dan berpakaian sopan, khususnya yang akan memasuki kompleks masjid. Pada hari Jumat kawasan bisnis dan jalan-jalan kosong, semua beribadah di masjid.

 Pelanggaran asusila dihukum cambuk di halaman masjid selepas sholat Jumat. Tapi menurut Mauli, ada juga kecolongan ketika komunitas LGBT (yang sangat ditentang dalam Islam) mengadakan kontes kecantikan. Pelaku asusila LGBT dihukum cambuk, dan boleh dicatat hal yang lucu ketika terkena pukulan cambuk terhukum berteriak dengan suara khasnya, “Aaw!”

Masjid Baiturrahman di Aceh (photo Memed Gunawan)

Tempat wudhu dan sholat   dipisah untuk ikhwan (saudara laki-laki) dan akhwat (saudara perempuan). Dalam Islam, semua yang seiman adalah saudara, oleh karena itu disebut ikhwan dan akhwat.  Istilah “Brother” dalam percakapan antar umat Islam dalam bahasa Inggris sering terdengar. Akan tetapi di restoran dan tempat terbuka, laki-laki dan perempuan bercampur tanpa ada penghalang. Bahkan laki-laki dan perempuan bersalaman dengan langsung bersentuhan tangan.

 

Transportasi

 Jangan dikira Banda Aceh tak pernah macet. Ada macet pada saat jam sibuk sehingga perjalanan perlu diatur dengan baik. Tidak seperti Jakarta yang kemacetannya sangat parah, di Aceh kemacetan masih jauh beberapa strip di bawah Jakarta.

 Angkot tidak berperan penting dalam transportasi di Banda Aceh, kendaraan didominasi kendaraan pribadi, mobil atau motor. Jalan-jalan beraspal sangat baik, tidak ada bolong-bolong seperti di daerah lain. Jalan mulus sampai ke jalan kecil yang hampir seluruhnya bisa dilalui mobil. Tidak ditemukan gang kumuh di kota ini.

 Ferry yang menghubungkan Banda Aceh dengan Pulau Sabang terbilang sangat bagus, jauh lebih bagus dibandingkan dengan ferry penyeberangan Merak ke Tanjungkarang. Kursinya nyaman, berlapis plastik kualita tinggi dengan sarana hiburan yang wah.

 Ada karaoke atau video untuk perjalanan penyeberangan yang memerlukan waktu sekitar 1 jam itu. Suara mesin yang begitu senyap, ferry seakan melaju tanpa hambatan. Kebetulan hari itu laut sedang tenang tanpa ombak. Musim Barat sudah lewat dan nelayan sudah beraktivitas menangkap ikan di laut lepas.

 

 Masjid

 Masjid di Banda Aceh bukan hanya indah dan tersebar di mana-mana di seluruh kota, tetapi selalu penuh dengan para jamaah yang beribadah pada setiap waktu sholat. Sholah Zhuhur dan Ashar yang biasanya lebih lengang di tempat lain, di Banda Aceh penuh dengan jamaah.

 Masjid Oman yang dibangun oleh pemerintah Oman sungguh indah dan ornamennya menyerupai Masjid Haram di Makkah. Siang itu tidak kurang dari 20-30 shaf atau sekitar 600 orang sholat di masjid ini.

 Masjid terbesar, yaitu Masjid Baiturrahman berdiri di tengah kota, dengan kubah berwarna hijau dan didampingi oleh beberapa menara yang menjulang adalah ikon Banda Aceh yang sangat indah. Halaman luas berlantai marmer, tempat parkir di bawah halaman yang berhubungan langsung ke tempat mengambil air wudhu yang apik dan bersih mengingatkan pada Masjid Haram.

 Payung dan tenda besar menaungi sebagian halaman Masjid Baiturahman berwarna lembut meneduhi jamaah pada saat panas dan hujan. Lantai ini terasa licin sehingga membuat susah berjalan bagi orang yang sudah lanjut usia yang biasanya susah menjaga keseimbangan. Buat orang seusia 70-an jalan harus sangat hati-hati pada saat hujan.

 Bagian dalam masjid yang didominasi warna putih tidaklah terlalu besar, sangat cukup untuk menampung para jamaah di kota yang tidak terlalu banyak penduduknya ini.

 Pada sholat maghrib masjid ini menampung sekitar 500 orang atau sekitar tigaperempat ruangan masjid. Ruangan sholat untuk akhwat hanya dibatasi oleh selembar kain yang terbentang di bagian depan masjid. Maka, dengan dihantarkan sound system kelas istimewa, suara adzan dan suara imam yang merdu menghanyutkan kalbu itu terdengar begitu jernih. Manusia tunduk bersujud menikmati karunia Sang Maha Pencipta, memohon ampun dan berdoa untuk mendapatkan hidup yang berkah. Masya Allah.

 Di Masjid Baiturrahim yang berdiri anggun di pinggir pantai, manusia tak henti menyukuri sekaligus tak lepas dari rasa heran dan kagum, mengapa mesjid yang berbatasan dengan pantai ini teguh berdiri tak diusik gelombang Tsunami. Dia kokoh menunjukkan tegaknya Rumah Allah di Serambi Mekkah.

 

 

 

Edisi Terakhir Sinar Tani
Copyright @ Tabloid Sinar Tani 2018