Tanaman Porang
Oleh: Memed Gunawan
TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta -- Berita komoditas pertanian terheboh menjelang tahun 2020 adalah tanaman porang. Tanaman umbi-umbian dari spesies Amorphophallus muelleri yang biasa disebut iles-iles itu seperti tanaman ajaib yang bisa bikin orang kaya mendadak (...tentu jangan disamakan dengan babi ngepet yang hanya meracuni pikiran waras...). Padahal sebelumnya, tanaman mirip suweg yang umbinya jauh dari cantik itu bertebaran di pinggiran hutan dan dipandang sebelah mata. Apalagi umbinya juga beracun sehingga tidak pernah dimakan orang, walaupun Prof. Dr. Amran Sulaiman, mantan orang nomor satu di Kementerian Pertanian, mengakui pernah makan umbi tersebut semasa kecilnya. Sesudah diproses untuk menghilangkan racunnya tentunya.
Ledakan berita tentang porang memang luar biasa. Bayangkan saja umbi porang yang tidak pernah dilirik tersebut, tiba-tiba diberitakan harganya di pasaran ternyata tinggi. Pada akhir 2019, satu hektare tanaman porang yang bisa menghasilkan 24 ton umbi, dinilai dengan harga pada saat itu bisa mencapai angka 60 juta rupiah. Dalam perhitungan kasar, angka ini adalah sekitar 2-3 kali lebih tinggi dibanding penghasilan dari menanam padi.
Harga porang pada tahun 2021 semakin meroket, menjadikan petani lokal berlomba membudidayakan tanaman porang bukan lagi sebagai usaha sampingan tetapi sebagai usaha utama. Harga porang pada tahun 2021 mencapai 300 ribu rupiah perkilogram umbi porang sedangkan buah atau bunganya mencapai 1,5 juta rupiah per kilogram. Perkembangan harga porang yang demikian tinggi itu langsung direspon masyarakat dengan cepat.
Petani dan juga Pemerintah Daerah melihat peluang yang tinggi untuk membudidayakan tanaman berumbi ini secara besar-besaran. Kementan mencanangkan dukungan untuk pengembangan tanaman porang. Gubernur Sumatera Utara mengeluarkan statement bahwa ada ribuan hektare lahan disiapkan untuk ditanami porang. Serupa tapi tak sama, potensi tinggi ini disambut di propinsi lain. Jawa Timur mengancang-ancang memproduksi porang di lahan kehutanan seluas 500 hektare dan petani di sekitar hutan jati berencana akan menanam porang di lahan seluas 112 hektare. Jawa Tengah, Jawa Barat dan propinsi lain juga senada. Bahkan Perguruan Tinggi sudah menghasilkan makalah dan penelitian tentang tanaman istimewa ini.
BACA JUGA:
Gempita porang tiba-tiba dihempaskan oleh berita terakhir yang menyebar lewat media sosial bahwa eksportir sudah kewalahan dan tidak bisa menjual lagi. Over supply. Barang menumpuk di gudang pengepul. Petani sontak terhenyak dengan kenyataan ini. Perubahan yang tiba-tiba seperti ini mengingatkan kita pada kasus tanaman hias Anthurium yang sempat mencetak harga ratusan juta rupiah per pohon (siap-siap juga kemungkinan nasib yang sama akan menimpa tanaman Janda Bolong dan kawan sejenisnya yang sekarang sedang marak). Harga Anthurium itu begitu spektakuler, tidak masuk akal untuk tanaman yang sebenarnya begitu sederhana dan mudah dibudidayakan.
Sebelumnya orang tergila-gila menanam Anthurium karena harganya melesat. Yang ingin jalan pintas lalu mencuri, sehingga pencurian tanaman Anthurium pun marak terjadi. Para pencinta dadakan Anthurium segera mengamankan tanamannya seperti menjaga harta karun.
Nasib Anthurium berakhir tragis. Harga Anthurium yang mencapai ratusan juta satu pohon itu terhempas menjadi hanya beberapa puluh ribu rupiah saja. "Hampir saya jadi orang kaya raya, sayang harganya terjun bebas", kata seorang pakar tanaman hias yang kecewa sekali karena terlambat menjual tanaman peliharaannya.
Kekuatan pasar dan informasi demikian besar luar biasa sehingga mampu mempermainkan harga. Semua terperangah dengan besarnya kesempatan untuk memperoleh keuntungan tinggi. Hanya mereka yang mempunyai perhitungan matang yang beruntung. Mereka sudah memprediksi sejauh mana permintaan dan kegunaan tanaman pembawa mukjizat ini akan bertahan, sehingga segera mengambil keputusan tepat. Kapan investasi dan kapan menjual.
Bedanya Anthurium dengan porang adalah, yang terakhir ini mempunyai multi manfaat yang hebat dan product development yang tinggi. Tetapi Anthurium hanya sebatas tanaman hias yang dinikmati saat dia ada di pot. Porang kaya serat dan cocok untuk diet, bisa digunakan sebagai bahan tepung alternatif untuk industri makanan. Sebagai glukomanan, produk porang mampu menurunkan kadar kolesterol, menurunkan kadar gula darah, menurunkan berat badan, mengatasi sembelit dan bahkan dikabarkan mampu mencegah kanker. Porang adalah semacam tanaman sapujagat. Nah, kalau pasar ekspor bahan baku muilai tersendat, mengapa tidak kita proses dulu lalu diekspor? Pasar dunia tetap tergantung kepada kita, sementara kita bisa menciptakan nilai tambah dan menciptakan kesempatan kerja? Jangan selalu terlambat dan membiarkan negara lain memperoleh margin dan mendikte pasar. Wallahualam.
===
Sahabat Setia SINAR TANI bisa berlangganan Tabloid SINAR TANI dengan KLIK: LANGGANAN TABLOID SINAR TANI. Atau versi elektronik (e-paper Tabloid Sinar Tani) dengan klik: myedisi.com/sinartani/